REUNI AKBAR ALUMNI 1989 SMPN 1 SAPE TAHUN 2019 JUMPA KANGEN GENERASI BIRU 1989MERAJUT UKHUWAH, MENYAMBUNG SILATURRAHIM ZELLOVER INDONESIA BEROJENG, BERGEMBIRA & BERAMAL BERSATU DALAM CANDA & TAWA DI UDARA dan DI DARAT

Kamis, 30 Agustus 2018

DPK GEPENTA SUKABUMI LAHIR DARI SEMANGAT ANAK MUDA KABUPATEN SUKABUMI MENYELAMATKAN GENERASI MUDA DARI CENGKRAMAN NARKOBA

Sukabumi  Agustus 2018

Deni IM Gunawan mendapatkan amanah dari Warga Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai tokoh Pemuda, kepercayaan tersebut dikukuhkan oleh Ketua Umum DPN GEPENTA DR. Drs. PARASIAN SIMANUNGKALIT, SH.MH. sebagai Katua DPK GEPENTA SUKABUMI Tahun 2016.

Kepercayaan dan kesempatan sebagai Pengurus DPK GEPENTA SUKABUMI merupakan satu kehormatan yang sangat membanggakan bagi seluruh Pengurus DPK GEPENTA Sukabumi. Berkiprah langsung bersama Pemerintah Daerah, TNI, Kepolisian berserta sekuruh Tokoh Masyarakat yang peduli dalam derap langkah dan visi dan misi yang sama untuk masa depan anak-anak Sukabumi khususnya dan untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia umumnya.

Selain kegiatan penyuluhan Bahaya Narkoba dikalangan remaja (Pelajar dan Mahasiswa) DPK GEPENTA Sukabumi juga terus bergandengan tangan dengan Pemerintah Daerah dan jajarannya dalam menjaga kelangsungan kehidupan masyarakat yang aman damai, menjaga perbedaan suku, ras dan agama di Kabupaten Sukabumi agar menjadi satu kekuatan yang utuh untuk kemajuan Kabupaten Sukabumi.

Pelaksana dan penyelenggara tegaknya hukumpun kami sambangi dalam rangka menyamakan persepsi penanganan kasus-kasus hukum baik narkoba, gangguan keamanan intensitas rendah seperti tawuran maupun gangguan keamanan intentitas tinggi yang mengancam keutuhan dan keberagaman masyarakat Kabupaten Sukabumi khususnya dan NKRI umumnya. Kata Deni IM Gunawan

Kepala-kepala Dinas dibawah jajaran Bupati Kabupaten Sukabumi juga kami sinergikan dengan Program Kerja DPK GEPENTA Sukabumi untuk memantapkan hubungan kerja sama, Pungkas DENI.

Dengan segala kondisi dan keterbatasan DPK GEPENTA Kabupaten Sukabumi bukan menjadi masalah dalam kiprah berjuang menyelamatkan generasi penerus Kabupaten Sukabumi dari kehancuran akibat Narkoba, Tawuran dan Tindakan Anarkisme. Keterbatasan yang ada kami jadikan kekuatan untuk bersatu berjuang saling melengkapi diantara pengurus dan anggota DPK GEPENTA Kabupaten Bumi. Tutup DENI IM GUNAWAN.

red. zuraidbima/08/2018


Selasa, 28 Agustus 2018

DPK TASIKMALAYA BERJUANG BERSAMA BNN MEMBERANTAS PEREDARAN GELAP NARKOBA DI KOTA TASIKMALAYA

Tasikmalaya, Agustus 2018

Keberadaan Dewan Pimpinan Kabupaten/Kota Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba, Tawuran, Anarkisme dan Terorisme di Kota Tasikmalaya mendapat apreseasi dan dukungungan penuh dari Badan Narkotika Nasional Kota Tasikmalaya.
Ketua Umum DPN GEPENTA DR. Drs. Parasian Simanungkalit, SH. MH. memberikan mandat kepada ARI NUGRAHA untuk memimpin DPK GEPENTA Tasikmalaya.

Berbagai kegiatan dalam rangka sosialisasi dan pencegahan peredaran gelap Narkoba baik dikalangan remaja maupun masyarakat Tasikmalaya umumnya terus digalakkan oleh DPK GEPENTA Tasikmalaya.

ARI NUGRAHA terus berkoordinasi secara intensif dengan pihak-pihak terkait baik di Pemerintah Daerah, Kepolisian Kota Tasikmalaya maupun Badan Narkotika Nasional Kota Tasikmalaya.
Remaja-remaja Tasikmalaya dilibatkan secara langsung dalam setiap kegiatan agar terbangun rasa kebersamaan dan bangga menjadi bagian dari Gerakan Nasional Anti Narkoba, Tawuran dan Anarkisme (GEPENTA) Kota Tasikmalaya.

Di sekretariat rutin dilakukan pertemuan Pengurus DPK GEPENTA agar selalu tercipta semangat juang diantara pengurus DPK GEPENTA, Kata Ari Nugraha kepada zuraidbima.blogspot.com.

Selain kegiatan rutin sosialisasi bahaya narkoba DPK GEPENTA Kota Tasikmalaya bersama-sama dengan Kepolisian Kota Tasikmalaya mencegah benih-benih Tawuran, Anarkisme dan Terorisme. Menindaklanjuti dan melaporkan kepada pihak kepolisian tindak-tindakan yang mengarah kepada gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat Kota Tasikmalaya.

Lebih baik kita mencegah daripada sudah terjadi baru kita bertindak, punkas Ari Nugraha.
Mari seluruh warga Kota Tasikmalaya bersama-sama DPK GEPENTA bahu membahu berjuang selamatkan Generasi Penerus Tasikmalaya dari bahaya Narkoba, cegah bersama sejak dini tindakan yang mengarah pada tawuran, anarkisme dan jaga Kota Tasikmalaya dari gangguan terorisme agar tercipta Kota Tasikmalaya yang aman, damai dan sejahtera.

DPK GEPENTA Kota Tasikmalaya harus menjadi barisan yang terdepan. Tasikmalaya jaya NKRI Jaya.

red. zuraidbima/28/08/2018

DIKALA OPOSISI MENGISI RUANG KOSONG, NEGERA HADIR IBARAT MONSTER LEVIATHAN

Lereng Gunung Merapi, 28 Agustus 2018
Oleh: Natalius Pigai
(Kritikus dan Aktivis)

Pasti banyak orang berprasangka  begitu kejamnya judul tulisan ini. Tentu saja judul ini tidak begitu saja jatuh dari langit, ada akar historisnya dan tidak ironis bahwa  landas pijak lahirnya sebuah negara bangsa termasuk Indonesia hadir untuk melindungi segenap warga negara dari ancaman nyata antar individu (homo homini lupus), lantas negeri dihadirkan sebagai monster leviathan untuk menerkam  rakyat ( Thomas Hobes). Negara ini kita lahir karena adanya sumpa pemuda menyatakan kehendak antar individu melahirkan pejanjian berdirinya sebuah negara bangsa (pactum unionis), maka kedaulatan sepenuhnya berada ditangan rakyat (John Locke). Harus di sadari oleh Presiden Jokowi bahwa negara ini tidak pernah dilahirkan karena adanya penjanjian antara rakyat dan negara (pactum subjectionis) maka negara tidak bisa serta merta mengatur sesuai kehendak pribadi, presiden memiliki ruang terbatas yang dibatasi okeh kekuasan yang bersumber dari konstitusi. 

Saya bukan Descartesian atau pengikut Rene Descartes yang mengandalkan kehidupan berlogika dan nalar sebagai sentrum kehidupan. Namun bernalar dan berlogika seringkali menjadi penting tidak hanya di dunia akademia tetapi juga pentingnya logika dalam merancang bangun negara bangsa (nation-state) seperti Indonesia yang bangunan tata praja dan pranata hukumnya belum sempurna.

Apakah bernalar jika seorang Presiden yang pemimpin tertinggi sebagai Kepala Negara dan juga Kepala Pemerintahan perlu membentengi diri dari oposisi pemerintah?. Begitu jahatkah oposisi sehingga seorang Presiden yang juga adalah orang terpilih, terbersih, terbaik dari sisi pengetahuan (Knowledge), ketrampilan memimpin (skills) juga bermental baik (attitute) yang dipilih oleh partai-partai politik melalui tahapan seleksi secara ketat lantas memanfaatkan segala instrumen negara untuk kepentingan kekuasaan dirinya bukan untuk kepentingan umum atau kebaikan bersama (bonum commune).

Ironi. Bahwa saat ini partai-partai yang justru mengusung kader terbaik mereka menjadi Presiden Republik Indonesia berusaha keras untuk mempertahankan kedigdayaan dengan menyalahgunakan kekuasaannya (abuse of power) dari ancaman hanya sekedar tekanan  verbal adalah sesat pikir dan sesat nalar. Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan merupakan pengguna kekuasaan yang bersumber dari konstitusi, namun konstitusi negara mengamanatkan kekuasaan Presiden juga Tidak Tak Terbatas. Itu esensi negara yang perlu dipahami oleh Presiden Jokowi. 

Di saat presiden yang berada di Bizantium Kekuasaan yang saban hari disembah sujud oleh semua elemen bangsa justru memanfaatkan semua instrument negara hanya untuk melindungi diri sendiri yang berkuasa luar biasa. Sementara rakyat kecil berjuang setengah mati mencari perlindungan dan keadilan di negeri ini.

Sangat naif, bilamana Presien menjadikan institusi negara sebagai alat kekuasaan maka tindakannya merupakan perwujudan nyata dari apa yang sering diungkapkan dan dikhawatirkan rakyat bahwa ternyata kekuasaan negara ibarat silet yang menyayat dan menancap tajam ke orang-orang kecil tetapi tumpul pada penguasa di singgasana kekuasaan.

Harus disadari bahwa dimana-mana di dunia ini, seorang Presiden hanya dilindungi dari ancaman keselamatan jiwa dan fisik yang terdiri ancaman luar (external treath) dan keamanan dan kenyamanan di dalam negeri. Dalam konteks ancaman ini, semua upaya perlindungan secara protokoler telah diberikan oleh negara sehingga tidak terlalu penting diberi perlindungan secara hukum apalagi terkait ujaran, demonstrasi dari rakyat terhadap Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. 

Negara kita menganut sistem meritokrasi termasuk jabatan Presiden Republik Indonesia. Terpilih melalui seleksi dan hasil pemilihan umum. Kedaulatan Presiden merupakan resultante dari kedaulatan individu melalui kumpulan satu orang, satu suara, satu nilai (Summa Potestas, sive summum, sive imperium dominium). Karena itu rakyat berhak mencabut kedaulatan, apalagi hanya sekedar menyampaikan pikirkan, perasaan dan pendapat untuk menilai kemajuan (progress) dan kemunduran (regress) atas kinerja Presiden. Presiden Pemangku jabatan publik sehingga mutlak untuk dinilai baik dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab maupun juga cara bertutur, bertindak, mentalitas dan moralitasnya sebagai panutan seluruh rakyat. Presiden juga harus siap menerima berbagai cacian, makian, kritikan yang berorientasi kepada merendahkan harga diri dan martabat sekalipun sebagai bagian yang tidak terpisahkan antara jabatan Presiden dan pribadi. Sekali lagi bahwa Presiden itu orang yang terseleksi secara ketat termasuk kadar moralitas dan persoalan pribadinya sehingga sejatinya secara otomatis nyaris terhindar atau bahkan jauh dari ujaran kebencian. Namun jika rakyat menyampaikan kata-kata yang mengandung ujaran kebencian maka tentu saja terdapat persoalan yang serius dan kronis dilakukan oleh seorang presiden yang disegani dan dihormati. Karena itu justru yang harus diperiksa adalah Pemerintahannya yang tidak mempu mendeliver haluan negara kepada rakyatnya, bukan rakyat yang disalahkan. Karena itu saya menduga para pemimpin kita ini bernalar laba-laba, komplicated atau bahasa saya di Papua disebut logika rumit  (bunikigi)!.

Tagar 2019 Ganti Presiden bukan menghina Presiden. Salah besar Prof Jimly Assidiqie menyatakan menghina Presiden. Rakyat tidak menyatakan mengganti Presiden yang sedang berkuasa pada tahun 2018 karena bisa dianggap makar, tetapi 2019 ganti presiden adanya komitmen rakyat untuk melakukan perubahan pimpinan nasional secara konstitusional melalui momentum pemilihan umum 2019. Sangat wajar jika rakyat menggaungkan opini atau
keinginan ganti Presiden dari saat ini dimana sudah memasuki momentum politik Pilpres 2019. Apa yang disampaikan oleh Prof Jimly tentang pasal penghinaan bahwa perlu diketahui bahwa Pasal penghinaan terhadap Presiden itu warisan pemerintah orde baru yang otoriter dan kejam. Jika pemerintah berpandangan kembali sistem kadaluwarsa ini maka reformasi secara substansial belum berjalan secara maksimal. Dan inilah problem serius bangsa ini, dimana kita tersandera dengan pola pikir dan nalar orde baru bahwa presiden adalah simbol negara sehingga harus diselamatkan dan dilindungi. Padahal tidak ada satu pasal dalam konstitusi yang menyatakan Presiden simbol negara. 

Jabatan Presiden itu bukan simbol negara bangsa (nation state simbols) seperti Pancasila, UUD 1945, Burung Garuda, adagium unitarian Bhinneka Tunggal Ika. Secara hukum kekuasaan presiden juga tidak tak terbatas artinya kekuasan presiden dibatasi oleh konstitusi, selain sebagai mandataris MPR juga sebagai warga negara biasa dihadapan hukum. Oleh karena itu Presiden memiliki hak untuk mengajukan gugatan dan juga kewajiban untuk mematuhi hukum. 

Ada pandangan bahwa tindakan Neno Warisman dan rakyat yang menginginkan ganti presiden 2019 adalah Penghinaan terhadap Presiden merupakan sesat logika dan sesat hukum. Bahkan secara politis akan berbahaya karena selain mengkultuskan individu Presiden, juga apapun yang dikatakan Presiden bisa dianggap sebagai sebuah Titah Raja yang tidak terbantahkan, semacam devine right of the King seperti yang pernah dilakukan oleh Raja Jhon di Inggris aband ke-15 yang pada  diakhirnya juga perlawanan rakyat yang melahirkan magna charta. 

Pada saat ini, kita mesti mencari jalan keluar bagaimana negara memberi ruang ekspresi bagi kelompok oposisi dan intelektual atau juga masyarakat untuk menjalankan keseimbangan (check and balances) terhadap kekuasaan. Hal ini penting untuk antisipasi agar kekuasaan tidak memupuk pada seorang individu yang cenderung otoriter dan bernafsu menyalahgunakan kewenangan (Powers tens to corrupt and Will corrupt absolutely). 

Sepertinya para politisi dan birokrat gila jabatan dan penjilat terhadap kekuasan. Untuk kepentingan apa dan siapa dari para punggawa ilmu, para profesional, politisi, bahkan preman jalanan sampai mengatur urusan privat seorang warga negara yang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Jika ada tindakan rakyat dan oposisi yang mengarah pada tindakan yang mengandung unsur pidana maka tanggung jawab pribadi untuk menggunakan haknya sebagai warga negara untuk ajukan gugatan hukum. Dan presiden bisa saja menunjuk pengacaranya sendiri tanpa harus menggunakan instrumen negara untuk menekan rakyat atau Jaksa sebagai pengacara negara. pemerintah jangan hadir seperti monster leviathan yang menerkam rakyat karena menyalahi kodratiyah lahirnya sebuah negara yaitu demi melindungi dan membawa perlindungan dari bahaya saling menerkam (homo homini lupus). 

Bagaimanapun harus diakui bahwa kelemahan kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kala 2014-2019 ini adalah ketidakmampuan membangun bangsa dan memantapkan karakter kebangsaan. Kegagalan terbesar adalah membiarkan disharmoni sosial/horisontal juga secara vertikal antara negara dan rakyat dampaknya terjadi kerusakan fundamental soal kebangsaan. Hal ini patut diduga karena kontribusi tumpukan pemilik nalar orde baru di lingkaran istana negara jadi wajar jika nalar progresif dan reformasi stagnan alias tidak berjalan. 

Lereng Marapi,  28 Agustus 2018

Analisa Terhadap TAGAR #2019TetapJokowi

Jakarta, 28 Agustus 2018
Oleh :
DR. Drs. PARASIAN SIMANUNGKALIT, SH.MH
BrigJend. Polisi (PURN)

Salam Gepenta "Haramkan Narkoba cegah tawuran dan anarkis".
Setelah menyampaikan analisa dan evaluasi terhadap tagar #2019GantiPresiden, maka sekarang Dpn Gepenta membuat analisa terhadap tagar #2019TetapJokowi..
Kampanye yang digaungkan terus oleh Pendukung Presiden Jokowi ini juga terlalu emosional belum waktunya masa Kampanye sesuai jadwal KPU. Bakal Calon Presiden belum dimasukkan usulan ke KPU tetapi tagar itu sudah di gaungkan dan merasa itu biasa saja. Sebenarnya hal ini juga sudah menyalahi aturan KPU tetapi Bawaslu tidak memberikan tegoran, sejatinya Bawaslu harus netral. Tagar #2019TetapJokowi, menyenangkan hati pendukungnya, dan rakyat yang merasakan keberhasilan Pembangunan merasa tersanjung karena idolanya sudah mulai kampanye. Tetapi kalau dilihat dari intinya maka dapat dianalisa:

Pertama bahwa belum waktunya Kampanye, maka hal itu tidak seharusnya digaungkan.

Kedua, kalau penyampaian tulisan tulisan akan keberhasilan Pembangunan Infrastruktur dan bidang ekonomi yang dicapai di sampaikan ke publik bukanlah bentuk kampanye karena sudah konsumsi Publik.
Kedua: Pemerintahan Jokowi-Jk akan berahir pada tanggal 17 April 2019 pada waktu diadalan Pilpres, maka setelah itu Jokowi bukan lagi Presiden. Namun kalau menang dan telah diumumkan secara resmi oleh KPU maka Presiden dan wakil Presiden yakni Jokowi-Ma'ruf akan dilantik oleh MPR maka barulah resmi bahwa Jokowi tetap Prwsiden. Namun kalau kalah maka yang dilantik adalah Prabowo-Sandiago. Maka tagar #2019TetapJokowi tidak boleh lagi dipertahankan. Apabila dipertahankan melakukan upaya perlawanan secara tidak sah maka hal ini merupakan perbuatan pidana makar.

Ketiga, kalau pendukung Jokowi panik apabila kalah dalam Pilpres  melakukan kegiatan yang dapat memecah belah bangsa dengan tetap memasang tagar #2019TetapJokowi maka Penguasa yang baru akan menuduhnya merupakan perbuatan Makar dan merongrong kewibawaan Pemerintah.
Oleh karena itu penggunaan tagar #2019TetapJokowi, harus segera di robah. Misalnya #PilihJokowi. Cukup demikian saja, namun di gaungkan dan kampanyekan setelah KPU telah masuk pada masa Kampanye.

Akhirnya disarankan kepada Kelompok Pendukung Jokowi merobah Tagar sebagai fokus kampanye #PilihJokowi.

Demikian juga kelompok pendukung Prabowo mengganti Tagar kampanyenya dengan tagar #2019PilihPrabowo.

Maka dengan demikian tidak salah mengartikan tentang tahun 2019 menjadi tahun ribut dan gaduh bahkan berhadapannya dua kelompok yang siap melakukan perbuatan yang merugikan Bangsa dan Negara Indonesia akibatnya Rakyat yang menderita.

Demikian sebagai saran dari Dpn Gepenta untuk direnungkan semua anak bangsa..
Salam Gepenta..

copyright : zuraidbima 28/08/2018

Senin, 27 Agustus 2018

Analisa dan Evaluasi Terhadap Proposal dan Kampanye Viral dari satu Kelompok #2019GantiPresiden

Jakarta, 27 Agustus 2019
Oleh : 
DR. Drs. PARASIAN SIMANUNGKALIT, SH. MH. BrigJen. Polisi (Purn)

Salam Gepenta. DPN GEPENTA melakukan analisa dan evaluasi terhadap proposal dan kampanye Viral dari satu Kelompok #2019GantiPresiden. Banyak pengamat hukum dan negarawan serta Politikus menilai hal ini biasa tidak ada efeknya.. Tetapi lain dengan tinajauan dari Pengurus Dpn Gepenta. Biasa saja kalau itu merupakan materi Kampanye pada masa Kampanye. Namun apabila kita evaluasi dan analisa tentang kampanye #2019GantiPresiden. Maka kita melihat tahun 2019 mulai tanggal 1 Januari 2019 sampai tanggal 31 Desember 2019. Pilpres pada tanggal 17 April 2019.. Pertama. Kalau dilakukan pemaksaan kehendak mengganti Presiden Jokowi dari tanggal 1 Januari 2019 sampai 16 April 2019 maka pergantian itu inkonstitusional. Kelompok #2019GantiPresiden berencana melakukan kegiatan yaitu makar dan kudeta. Atau melakukan penekanan kepada Presiden Jokowi seperti yang terjadi kepada Presiden Suharto. Ada yang mengorganisir mengerahkan massa ke Istana Negara dan MPR dan DPR memaksa Presiden Jokowi untuk Lengser menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden atau oranglain yang dipersiapkan pengganti Presiden dan Wakil Presiden secara Paksa. Apabila hal seperti ini terjadi maka TNI dan POLRI serta rakyat yang setia kepada Pemerintahan Jokowi-JK dan setia kepada NKRI berdasarkan Pancasila harus ditanggulangi dengan Perlawanan Rakyat Semesta. Menggagalkan upaya makar dan memaksa Presiden/wapres mengundurkan diri.     Kedua. Kalau tanggal 17 April 2019 pada hari H Pilpres membuat tidak sempurna pemilihan karena memboikot Pilpres dan memaksakan kehendak menyatakan kelompok itu sebagai pemenang namun belum sempurna pemilihan yang diselenggarakan oleh KPU maka hal itu merupakan perbuatan pidana Pemilu dan Pilpres serta perbuatan makar. Apabila menggunakan senjata maka itu adalah pemberontakan dan kudeta. Maka mengatasinya adalah dengan Perlawanan Rakyat Semesta. TNI sebagai komponen Utama dan Polri serta Rakyat melakukan penanggulangan dan perlawanan memadamkan makar/kudeta atau pemberontakan itu.    Ketiga. Apabila setelah Pilpres 17 April 2019 kelompok #2019GantiPresiden menang dalam Pilpres dan telah diumumkan oleh KPU secara benar sesuai dengan Undang2 Pilpres maka capres/Cawapres benar melalui upaya konstitusi di lantik oleh MPR RI maka sahlah pergantian Presiden. Tetapi kalau Presiden Jokowi-Ma'ruf menang dalam Pilpres 2019 kemudian dilantik oleh MPR RI, tetapi kemudian kelompok #2019GantiPresiden memaksakan kehendak dengan segala upaya baik dengan rencana dan perbuatan melakukan pemboikotan dan perlawanan baik dengan senjata api ataupun senjata tajam dan alat lain melakukan perlawanan kepada Pemerintah yang sah dan melawan aparat serta menganiaya dan membunuh yang Pro Pemerintah berdasarkan Pancasila maka harus dilakukan upaya penanggulangan dan perlawanan secara Rakyat semesta. TNI dan POLRI dikerahkan bersama rakyat Indonesia yang pro Pemerintah dan Kobstitusi NKRI berdasarkan Pancasila melawan dan melumpuhkan serta memberantas makar atau pemberontakan itu secara semesta. Oleh karena itulah seluruh warga dan Kader Gepenta bersama rakyat Indonesia lainnya waspada dan maju kedepan mendukung dan membantu TNI dan POLRI untuk menciptakan Indonesia Negeri Aman dan Damai agar tercapai cita cita luhur Bangsa Indonesia Masyarakat adil dan makmur. Demikian analisa dan evaluasi terhadap slogan kampanye #2019GantiPresiden.. Salam Gepenta "Haramkan Narkoba Cegah Tawuran dan Anarkis" JAYALAH INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA DAN UUD 1945..

Copyright zuraidbima.blogspot.co.id