Oleh :
Nama: Salami Ami
Tempat tlg lahir : 28 Agustus 1970
Alamat : Jln. Danau tempe F3B/ No. 6 Sawojajar. Malang
Alamat email Facebook : amisalami93@yahoo.com HP. 081233760063
Alamat : Jln. Danau tempe F3B/ No. 6 Sawojajar. Malang
Alamat email Facebook : amisalami93@yahoo.com HP. 081233760063
Riwayat Pendidikan :
Thn 1983 lulusSD
Thn 1986 lulusSMP
Thn 1989 lulus SPG.
Mata
Fahrie menatap buliran-buliran rintik hujan dibalik kaca jendela ruang
bersalin tempat istrinya Farida dirawat setelah baru saja melahirkan 2
jam yang lalu. Samar-samar dia teringat sesuatu. Dia berusaha keras
mengingat potongan-potongan memori yang dialami sepanjang perjalanan
hidupnya.
Memori itu mulai tersusun dalam benak pikirannya. Mulai
dia mengenal kekasihnya sebelum dengan Farida, hampir empat tahun dia
merajut kisah asmara bersamanya, tinggal satu langkah lagi mereka
memasuki jenjang pernikahan. Tapi sayang mereka tidak berjodoh, tak tahu
apa sebabnya kekasih Fahrie meninggalkanya begitu saja dan menikah
dengan lelaki lain.
Sejak itu Fahrie patah hati, dia mulai
mengenal dunia yang lain sebagai pelampiasannya. Hidupnya berubah sangat
drastis, dan sebagai pelampiasan atas kekesalan pada nasibnya, dia suka
mempermainkan hati wanita yang dia kehendaki. Beberapa wanita bertekuk
lutut terhadap rayuannya.
Dan setelah dia mendapatkannya, lalu
dia tinggalkan begitu saja. Saat itu hidupnya kacau dari satu wanita ke
wanita yang lainya, dan rata-rata mereka cantik secara fisiknya.
Hingga
suatu hari dia menemukan titik balik jalan kearah yang benar setelah
berjumpa dengan seseorang yang bisa menuntun jalan hidupnya, dia seorang
mantan preman yang telah tobat dan menjadi seorang ustad. Kisah
hidupnya lebih parah dari Fahrie, kemudian mereka berteman dan sejak itu
Fahrie mulai belajar sedikit demi sedikit tentang agama darinya.
Alhamdulillah
Fahrie diberi petunjuk sama Allah melalui dia, Ustad Zulkarnain
namanya. Kemudia Fahrie bertemu dengan teman kecilnya yaitu Farida.
Mereka saling mengenal karena mereka bertetangga. Dan juga sejak kecil
mereka sering main bersama.
Fahrie jatuh cinta padanya ketika
Farida umur 25 tahun dan Fahrie umur 30 tahun, dan gayung pun bersambut,
Farida juga mencintainya. Tak terbayang oleh mereka kalau mereka
berjodoh dan menjadi kekasih hati terajut oleh untaian tali pernikahan.
Jujur
Fahrie mengakui Farida tidak terlalu cantik, juga bukan keturunan orang
berpangkat, bangsawan atau pun ningrat. Dia tidak perduli, raga yang
terbalut kain-kain penutup aurat dan jiwa yang terpaut akherat itu yang
dia inginkan, terlebih terpoles ilmu syar'i. Maka tekadnya pun bulat
untuk meminang Farida saat itu.
Maka keinginan Fahrie, ia
sampaikan pada kedua orang tuanya. Sempat kedua orang tua Fahrie tidak
merestui hubungan mereka. Faktor klise yang mendasarinya. Karena orang
tua Fahrie tergolong orang berada, sedangkan orang tua Farida orang
biasa saja.
Fahrie tak patah semangat dia tetap berusaha memberi
pengertian kepada kedua orang tuanya. Dan akhirnya hati kedua orang tua
Fahrie pun luluh, karena kesederhanaan yang dimiliki Farida.
Hari
bahagia yang ditunggu-tunggu pun datang, pernikahan sederhana digelar di
rumah Farida. Terbitlah kebahagian yang mereka tunggu menyelimuti
sanubari. Telah tiba saatnya biduk rumah tangga yang harus berlayar di
samudra kehidupan terhempas sudah karang-karang penantian yang
bertengger di taman hati mereka.
Dan malam yang penuh kebahagian,
masih terbayang dipelupuk mata Fahrie, ketika dia menatap wajah Farida,
matanya fokus memandang bola mata bening milik Farida dan sang pemilik
pun membalasnya dengan senyuman. Beberapa detik mereka merasakan getaran
yang sama yang berkecamuk didalam hati. Dan buliran-buliran air mata
haru pun jatuh membasahi kedua pipi mereka.
Semenjak menikah
hingga saat ini mereka memutuskan untuk hidup mandiri, dan memulai biduk
rumah tangganya dari nol. Dengan restu orang tua, dan berbekal
ketrampilan Fahrie sebagai seorang penulis, maka mereka memulai
perjalanan rumah tangganya dengan kalimat Hamdalah, mereka hidup di
kontrakan rumah yang ukurannya tidak terlalu besar, cuma ada ruang tamu,
kamar tidur dengan sebuah ranjang usang dan beralaskan kasur tipis,
disetiap detik perjalanan hidup mereka, dinikmati dengan penuh
kebahagiaan
Walaupun penghasilan suaminya tergolong paspasan
bahkan antara pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang, mereka pun harus
hidup hemat, mengikis keinginan karena tidak sanggup menggapainya.
Benar-benar tak pernah melihat kristas bening yang menetes dari pelupuk
mata Farida karena hal itu.
Dia wanita sederhana yang pintar, tak
banyak bicara, kesederhanaan dan kedewasaan yang diperagakan justru
mengusik hati Fahrie, tak bisa dia pungkiri dan tutupi, dia mencintai
Farida. Tak terasa tetes bening air mata bak kristas menetes membasahi
kedua pipinya. Diusapnya air mata itu dengan kedua tangannya.
"Abi… dimana anak kita?''
Tersentak
Fahrie mendengarnya, dia tahu kalau seharian tadi Farida tidak makan
karena kesakitan sejak kemarin dan ketika dia tawarkan sepotong roti
Farida tidak mau karena rasa sakit yang diderita menyebabkan hilang
nafsu makannya. Tapi ketika terbangun dari rasa letih, bukan rasa lapar
yang didahulukannya, tapi buah hati yang ia tanyakan.
Bayi yang
menjadi permata hati mereka lahir dengan selamat dan nampak sehat,
membuat rasa lapar dan dahaganya hilang seketika. Dengan begitu
perhatiannya, Fahrie menyuguhkan segelas air putih, dia berharap agar
kemesraan yang terjalin dan barangkali letih yang diderita istrinya akan
segera terkikis.
Sepotong roti yang Fahrie tawarkan tadi kepada
istrinya telah habis ia makan, karena Farida tak nafsu makan tadi. Saat
ini hari sudah malam, tidak ada toko atau warung yang menjual makan .
Segelas air putih pun dia teguk perlahan tanpa ada keluhan atau
tuntutan.
Setelah minum satu gelas air putih, Farida lemas
tertidur, wajahnya pucat pasi. Fahrie terlihat sangat bingung,
dibangunkan tubuh istrinya yang tidak berdaya, tetap saja tak terbangun,
maka dia pun mulai panik, dipanggilnya bidan dan suster yang ada di
rumah sakit itu, maka kepanikanpun terjadi di ruang kamar Farida, dia
mengalami pendarahan setelah habis melahirkan, HBnya turun dan sangat
rendah. Jika tak tertolong maka nyawanya terancam.
Kondisi Farida
semakin parah, sudah 2 hari dia dalam kondisi tak sadarkan diri.
Transfusi darah sudah dilakukan, dokter pun sudah berusaha menolongnya,
tapi hasilnya belum maksimal. Kiranya Allah masih menguji umatnya, kini
tubuhnya terbaring lemas tak berdaya, Fahrie sedikit pun tak beranjak
duduk disamping tempat tidurnya, dia genggam tangan Farida dan
berkata."Dinda, satu pinta yang aku mohon kepada Allah disetiap sujud
dan tarikan nafasku, ku mohon janganlah kau tinggalkan aku.''
Kembali
air mata bening bak kristal jatuh di kedua pipinya dengan penuh
kesedihan. Tak terasa air mata itu jatuh menelusuri lembah hidungnya
kemudian tetesan terakhirnya jatuh di kening istrinya Farida.
Satu
keajaiban walaupun Farida dalam kondisi koma hatinya bisa merasakan
kesedihan yang sedang dialami suaminya Fahrie, kedua mata yang terpejam
sejak 2 hari yang lalu kini mengeluarkan air mata yang bening penuh
kesedihan. Fahrie melihat perubahan membaik pada kondisi Farida, dia
senang.
"Dinda, bangunlah. Anak kita masih membutuhkan kita, mari
kita merajut hari bersama. Kita masih punya cita cita, membuat permadani
cinta bersama, untuk mewujudkan impian kita."
Air mata haru Farida
semakin deras meleleh di kedua pipinya, mendengar ucapan suaminya.
Mulutnya terkunci rapat oleh kondisi kesehatannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar