REUNI AKBAR ALUMNI 1989 SMPN 1 SAPE TAHUN 2019 JUMPA KANGEN GENERASI BIRU 1989MERAJUT UKHUWAH, MENYAMBUNG SILATURRAHIM ZELLOVER INDONESIA BEROJENG, BERGEMBIRA & BERAMAL BERSATU DALAM CANDA & TAWA DI UDARA dan DI DARAT

Senin, 17 Desember 2012

KETIKA CINTA BERPALING .....

Oleh :
  Nama: Salami Ami
Tempat tlg lahir : 28 Agustus 1970
Alamat : Jln. Danau tempe F3B/ No. 6 Sawojajar. Malang
Alamat email Facebook : amisalami93@yahoo.com HP. 081233760063
 Riwayat Pendidikan :
Thn 1983 lulusSD
Thn 1986 lulusSMP

Thn 1989 lulus SPG.

Ifa terbangun dari tidurnya. Jam diding di kamarnya menunjukkan angka sebelas. Baru jam sebelas malam ternyata. Dia turun dari ranjang, dengan mata yang masih mengantuk langkah kakinya menujuh teras depan rumah. Sepasang mata yang masih berusaha melihat di sekeliling teras. Suaminya mas Alif masih berada di sana. Duduk di kusri bambu dan begitu asik mengutak-atik ponsel, seperti biasa Ifa mendekatinya.

Malam itu terasa aneh , tingkah mas Alif di depan Ifa. Tidak seperti biasanya. Dia begitu gelisah ketika Ifa berada disampingnya. Ponsel yang dia pegang pun langsung dia sembunyikan seketika. Ifa berusaha menanyakan sesuatu pada suaminya. Tapi dia tidak menemukan jawabannya.

Sepenggal bulan sabit bersinar redup di temani bintang-bintang di langit yang Maha luas. Ifa menatap langit yang membisu dengan perasaan gundah–gulana. Ingin rasanya dia bertanya pada langit yang membisu tentang suaminya.
Mas Alif masih saja diam ysng masih duduk di kusri bambu. Ifa pun masuk ke dalam rumah, langkah kakinya berhenti di depan kaca jendela. Dia menatap wajah suaminya dari balik kaca jendela. Raut wajahnya begiru aneh, sebentar dia tersenyum, sebentar dia tertawa, dan sebentar pun dia terlihat begitu sedih. Ponselnya masih berada di tangannya , dia terus saja memandangi ponsel tersebut. Malam itu Ifa beranjak tidur dengan perasaan gelisah. Feelingnya sebagai istri menyatakan telah terjadi sesuatu dengan suaminya.
Waktu berganti bagaikan hembusan angin kencang yang tanpa kompromi pada manusia. Sikap mas Alif suami Ifa, semakin hari semakin berubah. Emosi yang ada begitu muda menempel pada dirinya. Kemarahan yang tidak jelas , sering dia lontarkan pada istrinya. Ketika itu Ifa tak sengaja membaca sebuah sms dari seorang wanita untuk suaminya. Sms itu begitu mesra kata-katanya, hingga membuat api cemburu yang ada di hati Ifa terbakar hingga tak tertahan lagi panasnya. Kata-kata istigfarlah yang keluar dari mulut Ifa. ‘’Astagfirallah al azim, aku harus sabar dan tidak boleh terpancing dengan sesuatu yang belum jelas apa maksudnya.’’ Inilah yang ada di pikiran Ifa saat itu.
Udara kering musim kemarau mengiringi langkah kaki Ifa menujuh tempat kerjanya. Udara yang dingin pagi itu seakan menembus kulitnya, akan tetapi bukannya udara yang dingin ini yang ia rasakan namun sikap Mas Alif lah yang ia rasakan melebihi dinginnya udara pagi ini. Ifa berjalan dengan pikiran kosong seakan tanpa tujuan . Matanya terasa begitu berat menahan rasa kantuk yang ia tahan, semalam dia tidur hanya beberapa jam. Pikiran yang ada di benaknya saat ini berputar- putar merekam sikap suaminya yang berubah beberapa minggu ini. Sambil berjalan hanya itu yang ada di dalam pikirannya. Dia tak sanggup lagi berpikir kearah lain bahkan terhadap pekerjaannya sekalipun.

Senja hari di bukit asmara
Awan tipis menari-nari di atas langit
Matahari berparas jingga merona
Sepasang burung dara terbang bersama kekasihnya
Melintas di atas bukit asmara.
Kulihat banyanganmu diantaranya.
Tersenyum tipis tanda kerinduan yang mengoda
Akankah kerinduan menjadi nyata….. aku tak tahu maknanya….

Sebait puisi yang dia baca dari ponsel suaminya. Yang jelas ditujukan bukan untuknya. Ada luka di hati yang terasa begitu pedih. Dadanya terasa sesak menerima kenyataan pahit yang harus dia telan. Madu cinta yang terasa manis selama delapan belas tahun dirasakan, kini berubah menjadi racun yang mematikan. Jiwa mati karenanya. Nalurinya sebagai seorang istri kini berbicara. Inilah saatnya Ifa menanyakan sebait puisi ini untuk siapa pada suaminya. Sebisa mungkin Ifa bertanya pada suami agar tidak menyinggung perasaannya.

“Abi, boleh Umi Tanya sesuatu. Sebetulnya Puisi yang romantic ini untuk siapa sih ?” Pertanyaan Ifa sedikit pun tidak membuat kecemasan pada diri Alif suami Ifa. Sepertinya dia telah mempersiapkan sejak awal. Ini terbukti dengan sikapnya yang begitu santai menjawab pertanyaan istrinya.

“Umi, boleh Abi bercerita sesuatu tentang masalah lalu Abi sebelum Abi kenal sama Umi.’’ Maka Alif pun becerita panjang lebar tentang masa lalunya dengan kekasihnya saat dia dulu masih duduk di bangku SLTA. Perempuan yang telah mengambil hati suaminya itu bernama Elena. Mereka berpisah selama dua puluh tiga tahun lamanya. Dan kini mereka bertemu kembali disaat perempuan itu telah menjadi janda dengan empat orang anak.
Kehidupan perkawinan dengan suaminya yang dulu tidak bahagia. Dia sering curhat dengan Alif suami Ifa kekasihnya di masa lalu. Karena kedekatannya itulah benih-benih cinta yang dulu pernah ada kini bersemi kembali. Dan benih-benih itu pun semakin hari semakin tumbuh subur karena kedekatan mereka. Tak terasa benih itu kini menjadi bunga cinta yang harum semerbak, mereka pun lupa dengan status mereka saat ini. Seperti anak remaja yang baru mengenal cinta, itulah gabaran cinta mereka, mereka lupa bahwa usia mereka telah senja.

Malam semakin larut, gemersik suara dedaunan di terpah angin malam menambah kesunyian malam. Ifa masih saja tidak percaya dengan masalah yang sedang dihadapinya, pikirannya kembali kemasa lalu. Di saat dia hidup bahagia bersama keluarganya. Ia sempat mencicipi manisnya madu cinta bersama suaminya selama delapan belas tahun lama. Baginya bukan waktu yang singkat untuk saling mengerti dengan pasangannya. Perjuangan dan pengorbanan pun dia lalui, masih segar dalam ingatannya ketika diawal perkawinan mereka sempat selama delapan tahun belum di kasih momongan. Saat itu suaminya begitu menyanyanginya.

Dengan kegigihannya mereka Iftiar mencari obat untuk mendapatkan sang buah hati tercinta. Waktu itu Ifa sempat putus asa, dia sempat berpikir suami untuk kawin lagi agar mendapatkan keturunan. Mengapa ketika itu dia tidak mau,dan sekarang ketika semua sudah kami dapatkan, mengapa ini semua terjadi…. Mengapa…. ‘’Ya Allah inikah ujiamu yang harus hamba hadapi, hambamu ini yakin kau sangat menyanyangi hamba yang lemah ini, maka berilah hambamu ini kekuatan.’’ Satu kalimat doa Ifa ia utarakan dalam hatinya. Tak terasa entah sudah berapa kali air matanya menyusut tapi seolah air mata itu tak pernah kering mengalir lagi menetes lagi.

Waktu pun terus saja meluncur bagaikan anak panah yang mencari sasarannya. Semakin hari Alif suami Ifa semakin dekat dengan wanita itu. Sms mersanya pun sering Ifa baca , kata-kata yang membuat hati cemburu, dan tak ada yang berusaha memadamkanya. Sepertinya Alif suami Ifa sengaja memancing masalah menjadi jelas ujungnya dan apa maunya. Pertengkaran pun sering terjadi. Rajutan benang emas cinta yang indah yang mereka rajut setelah bertahun-tahun lamanya kini telah robek , robekan itu mulanya sedikit, lama-lama menjadi lebar hingga mereka tidak bisa menjahitnya kembali.

Ranjang pengantin pun kini mulai dingin dan membeku tidak ada lagi kehangatan asmara cinta mereka. Malam-malam yang dia rasakan begitu sepi sunyi . Sikap Alif suami Ifa begitu dingin. Tubuhnya ada di dekat istrinya tapi hatinya ada pada wanita lain. Entah sampai kapan ini semua akan berakhir.

Malam minggu kelabu , malam masih merangkakan menujuh keindahannya. Tapi tidak bagi Ifa, malam minggu di bulan april itu menjadi malam yang kelabu. Suaminya yang ia panggil Abi selama ini mengutarakan niatnya untuk mempersunting wanita idamannya. Niat itu dia sampai kepada istrinya , dengan kata lain dia ingin menikahi wanita itu. Hati Ifa bagaikan di iris rasa sembilu sakitnya tak terelakan lagi. Hidup yang dia abdikan dengan suaminya orang yang ia cintai kini pupus sudah. Cintanya kini terbagi menjadi dua. Wanita mana yang tidak sakit hatinya. Air matanya tak terasa jatuh membasahi kedua bela pipinya. Keputusan yang dia ambil dia tetap tak mau di madu.

Keingin Alif suami ifa kelihatannya begitu serius. Keputusan Ifa yang tidak mau di madu sepertinya tidak mempan. Alif kembali mengutarakan keinginannya. Kali ini pihak keluarga besar mereka pun ikut turun tangan menyelesaikan masalah mereka. Maka kumpulah kedua keluarga besar mereka. Keputusan yang mereka ambil pun sama dengan yang di inginkan oleh Ifa. Demi cucu-cucu mereka, mereka menginginkan apa pun yang terjadi dalam rumah tangga yang selama ini mereka bina berjalan seperti semula. Dan mereka tidak merestui keinginan Alif selama ini yang ingin menikah lagi. Sebab tidak ada alasan yang kuat untuk menduakan istrinya dengan wanita lain.

Maka sejak keputusan itu Alif suami Ifa menuruti apa keingin kedua keluarga mereka, tapi hanya fisiknya saja sedangkan hatinya ada pada wanita lain. Semakin hari Ifa merasakan semakin jauh dengan suaminya, hidup satu atap tapi bagaikan orang asing saja yang seolah-olah tidak mengenal satu dengan yang lainnya. Sikap Alif pun begitu dingin terhadap istrinya. Rumah tangga yang tadinya begitu harmonis kini terasa hampa.

“Bagaimana aku bisa melupakan cintamu, kalau sampai saat ini aroma tubuhmu masih tercium dibenakku, dan bagaimana aku bisa melupakan bayanganmu kalu sampai saat ini itulah yang terlintas di benakku. Haruskah jiwa ini berhenti bergerak hanya karena aku tidak dapat melupaka cintamu….’’

Satu pesan singkat yang Ifa baca dari ponsel suaminya. Dari siapa lagi kalau bukan dari wanita itu. Ingin saranya hati Ifa menjerit karena marah, tapi tak bisa. Setiap kali banyangan suaminya tersirat di benaknya , hanya kalimat Istighfar yang sanggup meredam kemarahan di hatinya. Ifa tersenyum getir memandang anak-anaknya yang masih kecil- kecil. Semua yang ia lakukan hanya demi mereka ketiga buah hatinya yang masih belia. Tak terasa butiran-butiran air matanya pun kini jatuh membasahi kedua pipinya. Dia pun mengapusnya dengan hati yang penuh luka serta ketegaran jiwa.

Kapankah semua ini akan berakhir, satu pertanyaan yang ada di benak relung hatinya. Haruskah dia menanggung derita ini sampai akhir hayatnya. Tubuh mereka dekat tapi hati mereka semakin hari semakin jauh saja. Mereka seakan-akan hidup di dunia yang berbeda. Rajutan benang emas cinta mereka semakin hari terkoyak semakin melebar hampir saja terputus menjadi dua, kalau saja tidak ada buah hati mereka. Kini ketiganya tidak bahagia. Cinta segitiga yang membawa mala petaka, hidup bagaikan di dalam neraka dunia.

T A M A T
By; AMI

Tidak ada komentar: