Renungan Akhir Tahun 2012
Sumber : "Goresan Pena Sang Jendral"
Mentari mulai turun keperaduannya, senyap
mulai terasa di kawasan hutan Situ Lembang Jawa Barat. Gelap, dingin
dan sunyi. Seorang Ibu paruh baya menenteng keranjang berisi kayu bakar
dan seonggok daun tampak dari bilik kaca Jeep Commando yang melintasi
kawasan itu. Semakin dekat, semakin jelas nampak wajah letih perempuan
itu. Sepertinya ia baru saja ‘mengais rezeki’ di kawasan hutan.
Sepertinya ia baru saja mengarungi kerasnya kehidupan dan rela bercanda
dengan maut penghuni hutan Situ Lembang. Tak banyak yang tahu aktivitas
keseharian perempuan itu, tetapi ‘tentengannya’ memberi gambaran, bahwa
ia harus bekerja keras sehari penuh demi mempertahankan hidup
keluarganya.
“Berhenti!, suara tegas Kolonel Prabowo
memecah kesunyian malam”. Sang Sopir Jeep dengan sigap menepikan
kendaraannya. Sementara Gea, Sang Ajudan matanya mulai mawas dengan
kondisi di sekitar hutan serta berpikir mengapa atasannya itu tiba-tiba
menghentikan kendaraannya.
“Gea, ambilkan tas kecil itu!” Perintah Kolonel Prabowo
“Siap!” Jawab sang ajudan sembari menyerahkan tas kecil yang memang telah berada ditangannya.
Tak lama kemudian, Kolonel Prabowo
mendekati Ibu penenteng keranjang itu. Tak banyak bicara, ia lalu
menyerahkan segepok lembar uang padanya. Tak terhitung berapa persis
uang yang diserahkannya, sebab memang tidak dihitungnya. “Terimalah Bu,
dan saya antar Ibu sampai ke rumah,” ajak Prabowo yang saat itu hanya
mengenakan kemeja sipil serta bertopi ala Koboy.
Ibu itu hanya terdiam bisu, di pipinya
tampak sebutir air mata terjatuh. “Terima Kasih Pak, terima kasih banyak
Pak , terima kasih Pak,” kata si Ibu berulang, sembari berusaha meraih
tangan Prabowo untuk di ciumnya. Tapi Prabowo menarik tangannya, sebagai
tanda jika ia tak ingin di dewakan. Tak lama kemudian si Ibu tampak
bersujud ke tanah, dan hanya terdengar lirih ungkapan maha puji ke pada
sang Pencipta. “Terima Kasih Ya Allah” katanya.
Prabowo kemudian berusaha membangunkan
ibu tersebut sembari mengajaknya agar ikut di kendaraannya. Berkali-kali
Prabowo mengajaknya untuk diantar pulang. Tetapi si Ibu menolak.
“Terima Kasih banyak Pak, cukup pak, rumah saya dekat di sekitar hutan
ini,” kata si Ibu.
Mendengar penolakan Ibu itu, Gea
memandang wajah atasannya itu. Tampak ada guratan kekecewaan di wajah
Prabowo. Gea menangkankap wajah kekhawatiran Pak Prabowo dengan si Ibu
dalam perjalanan pulang kerumahnya. Tetapi si Ibu kembali memecah
kensunyian itu. “Benar Pak, rumah saya dekat dari sini, saya hanya bisa
berterima kasih Pak, semoga yang Bapak berikan memberi keberkahan bagi
saya,” kata Si Ibu.
“Kalau begitu, saya Pamit Bu!, hati-hati di jalan” pesan Prabowo.
Prabowo masuk kedalam Jeep. Di susul Gea
yang duduk berdekatan dengan sopir. Mobil pun terus meluncur menuju
Jakarta. Ketiganya terdiam beberapa lamanya, sembari menikmati
perjalanan malam di sekitar hutan itu.
Gea! Berapa hari si Ibu itu bisa makan dengan kayu bakar itu? Tanya Prabowo
Siap! “Jawab Gea.
Gea! Berapa hari si Ibu itu bisa makan dengan kayu bakar itu? Tanya Prabowo
Siap! “Jawab Gea.
Gea! Berapa hari si Ibu itu bisa makan dengan kayu bakar itu? Tanya Prabowo
Siap! “Jawab Gea.
Siap! “Jawab Gea.
Gea! Berapa hari si Ibu itu bisa makan dengan kayu bakar itu? Tanya Prabowo
Siap! “Jawab Gea.
Gea! Berapa hari si Ibu itu bisa makan dengan kayu bakar itu? Tanya Prabowo
Siap! “Jawab Gea.
Tiga kali pertanyaan serupa dari Kolonel
Prabowo pada ajudannya, namun sang ajudannya hanya menjawab dengan kata
singkat. “Siap!” tanpa ada tambahan kata-kata lain dari Sang Ajudan.
Hanya mendapat jawaban seperti itu, tangan prabowo hanya
menepuk-nepukkan tangannya di atas pahanya berkali-kali. “Gimana Sih!”
kata Prabowo sambil ‘mencericitkan’ bibirnya tanda kekesalannya. Seteah
itu tak ada lagi perbincangan di atas Jeep hingga sampai ke Jakarta.
Semuanya terdiam dalam benak masing-masing. Mungkin memikirkan kondisi
Ibu paruh baya yang baru di temuinya di pinggir hutan Situ lembang. (**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar