REUNI AKBAR ALUMNI 1989 SMPN 1 SAPE TAHUN 2019 JUMPA KANGEN GENERASI BIRU 1989MERAJUT UKHUWAH, MENYAMBUNG SILATURRAHIM ZELLOVER INDONESIA BEROJENG, BERGEMBIRA & BERAMAL BERSATU DALAM CANDA & TAWA DI UDARA dan DI DARAT
Tampilkan postingan dengan label SALAMI_AMI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SALAMI_AMI. Tampilkan semua postingan

Rabu, 07 Agustus 2013

Selamat Hari Raya Iedul Fithri "Mohon Maaf Lahir & Bathin"

Bismillahirrahmaanirrahiim...
Takbir Berkumandang Merdu, Air Mata Mangalir Tersedu-sedu.............
Ramadhan Yang Indah Pergi berganti Syawal Yang Fithri ....................
Walau Tangan Tak Mampu Berjabat, Walau Muka Tak Mampu Menatap, Bahkan Bibir Kalut Berucap, Namun Dunia Maya Memberi Kesempatan Menggoreskan Kata Menyampaikan Hasrat
Kepada Saudara, Sahabat dan Handaitaulan dimanapun berada :
"Selamat Iedul Fithri, Mohon Maaf Atas Segala Khilaf dan Dosa"
Mari Raih Kemenangan, Semoga Allah SWT. Meridhoi dan Kita Tergolong Orang-Orang Yang Bertaqwa lagi Beruntung.
Amien Allahumma Amien.

ZURAID BIMA & KELUARGA
 

Selasa, 28 Mei 2013

Menjual Keperawanan ???


"Kemiskinan dan Keikhlasan menjadi satu kekuatan yang maha dasyat apabila bisa kita padukan". Baca Cerita Inspirasi ini :
Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang lima . Sang petugas satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan awas ke arah langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang agak di pojok.
Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya tapi, wanita itu hanya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri. Adakah seseorang yang sedang ditunggunya.
Petugas satpam itu mulai berpikir bahwa wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari mangsa di hotel ini. Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa dibilang anak-anak. Sekitar usia remaja yang tengah beranjak dewasa.
Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya:
"Maaf, nona ... Apakah anda sedang menunggu seseorang?
"Tidak! "Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.
"Lantas untuk apa anda duduk disini?
"Apakah tidak boleh? "Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam.
"Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami.''
"Maksud, bapak?
"Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini"
"Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang.
Tapi sekarang, izinkanlah saya duduk disini untuk sesuatu yang akan saya jual "Kata wanita itu dengan suara lambat.
"Jual? Apakah anda menjual sesuatu disini?"
Petugas satpam itu memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawa brosur.
"Ok, lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti."
"Saya ingin menjual diri saya, "Kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam dalam kearah petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan.
"Mari ikut saya, "Kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya.
Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperativ karena ada secuil senyum diwajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti petugas satpam itu.
Di koridor hotel itu terdapat korsi yang hanya untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon antar ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung.
"Apakah anda serius?"
"Saya serius "Jawab wanita itu tegas.
"Berapa tarif yang anda minta?"
"Setinggi tingginya..' '
"Mengapa? Petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.
"Saya masih perawan"
"Perawan? "Sekarang petugas satpam itu benar benar terperanjat. Tapi wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari ini.. Pikirnya
"Bagaimana saya tahu anda masih perawan?''
"Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan. Ya kan ...''
"Kalau tidak terbukti?
"Tidak usah bayar ...''
"Baiklah ..."Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
"Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli keperawanan anda."
"Cobalah."
"Berapa tarif yang diminta?"
"Setinggi tingginya."
"Berapa?"
"Setinggi tingginya. Saya tidak tahu berapa?"
"Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya."
Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu.
Tak berapa lama kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah.
"Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp. 5 juta. Bagaimana?"
"Tidak adakah yang lebih tinggi?"
"Ini termasuk yang tertinggi, "Petugas satpam itu mencoba meyakinkan.
"Saya ingin yang lebih tinggi...''
"Baiklah. Tunggu disini ..."Petugas satpam itu berlalu.
Tak berapa lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri.
"Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta rupiah. Bagaimana?"
"Tidak adakah yang lebih tinggi?"
"Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai perawan anda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat baik terhadap saya. Karena saya akan mendapatkan komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan. Kita sama sama butuh ..."
"Saya ingin tawaran tertinggi ... "Jawab wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat.
"Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya.
Tapi sebaiknya anda ikut saya.
Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit.
Agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli. "Kata petugas satpam itu dengan agak kesal.
Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tapi tetap mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift.
Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak berumur tersenyum menatap mereka berdua.
"Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan berminat? " Kata petugas satpam itu dengan sopan.
Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama kesekujur tubuh wanita itu ...
"Berapa? "Tanya pria itu kepada Wanita itu.
"Setinggi tingginya "Jawab wanita itu dengan tegas.
"Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang? "Kata pria itu kepada sang petugas satpam.
"Rp. 6 juta, tuan"
"Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam."
Wanita itu terdiam.
Petugas satpam itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawaban bagus dari wanita itu.
"Bagaimana? "tanya pria itu.
''Saya ingin lebih tinggi lagi ..."Kata wanita itu.
Petugas satpam itu tersenyum kecut.
"Bawa pergi wanita ini. "Kata pria itu kepada petugas satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras.
"Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual?"
"Tentu!"
"Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu ..."
"Saya minta yang lebih tinggi lagi ...''
Petugas satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin kesempatan ini hilang.
Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya.
"Kalau begitu, kamu tunggu ditempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lainnya."
Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu per satu pria yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun, tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat telepon genggamnya.
"Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25 juta Ripiah.
Apakah itu tidak cukup? Terdengar suara pria itu berbicara.
Wajah pria itu nampak masam seketika
"Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu.
Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang?!"
Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan wanita.
Kemudian, dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada kekesalan diwajah pria itu.
Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada Pria itu: "Pak, apakah anda butuh wanita ... ???"
Pria itu menatap sekilas kearah petugas satpam dan kemudian memalingkan wajahnya.
"Ada wanita yang duduk disana, "Petugas satpam itu menujuk kearah wanita tadi.
Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini. "Dia masih perawan..''
Pria itu mendekati petugas satpam itu.
Wajah mereka hanya berjarak setengah meter. "Benarkah itu?"
"Benar, pak."
"Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu ..."
"Dengan senang hati. Tapi, pak ...Wanita itu minta harga setinggi tingginya.''
"Saya tidak peduli ... "Pria itu menjawab dengan tegas.
Pria itu menyalami hangat wanita itu.
"Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah ..."Kata petugas satpam itu dengan nada kesal.
"Mari kita bicara dikamar saja."Kata pria itu sambil menyisipkan uang kepada petugas satpam itu.
Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya.
Di dalam kamar ...
"Beritahu berapa harga yang kamu minta?"
"Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit"
"Maksud kamu?"
"Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterimakasih ...."
"Hanya itu ...''
"Ya ...!"
Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung gagah berani ditengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis. Pria ini sadar, bahwa dihadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai. Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanta ini tidak melawan gelombang laut melainkan ikut kemana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan diatas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara terhormat.
"Siapa nama kamu?"
"Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar ... "Kata wanita itu
"Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar."
''Kalau begitu, tidak ada kesepakatan!"
"Ada ! Kata pria itu seketika.
"Sebutkan!"
"Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu.
Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu kerumah sakit.
Dan sekarang pulanglah ... "Kata pria itu sambil menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.
"Saya tidak mengerti ...''
"Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya.
Dia menikmati semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterimakasih.
Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta.
Tapi hari ini, saya bisa membeli rasa terimakasih dari seorang wanita yang gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya.
Ini suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar ...''
"Dan, apakah bapak ikhlas...?"
"Apakah uang itu kurang?"
"Lebih dari cukup, pak ..."
"Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal?"
"Silahkan ...''
"Mengapa kamu begitu beraninya ..."
"Siapa bilang saya berani.
Saya takut pak ...
Tapi lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya kerumah sakit dan semuanya gagal.
Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorongan nafsu.
Bukan pula pertimbangan akal saya yang `bodoh` ...
Saya hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan ..."
"Keyakinan apa?"
"Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Allah lah yang akan menjaga kehormatan kita ... "Wanita itu kemudian melangkah keluar kamar.
Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata:
"Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini ..."
"Kesadaran..."
.. . .
Di sebuah rumah dipemukiman kumuh.
Seorang ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya.
"Kamu sudah pulang, nak"
"Ya, bu ..."
"Kemana saja kamu, nak ... ???''
"Menjual sesuatu, bu ..."
"Apa yang kamu jual?"Ibu itu menampakkan wajah keheranan. Tapi wanita muda itu hanya tersenyum ...
Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah ini. Di tengah situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak bisa dielakan. Tapi Allah selalu memberi tanpa pamrih, tanpa perhitungan ...
"Kini saatnya ibu untuk berobat ..."
Digendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata: "Allah telah membeli yang saya jual...".
Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan rumahnya. Dimasukannya ibunya kedalam taksi dengan hati-hati dan berkata kepada supir taksi: "Antar kami kerumah sakit ..."
Maka berbahagialah bagi mereka-mereka yang mempunyai anak - cucu yang sholeh dan sholehah. 
Sumber Cerita Nomor1.com

Rabu, 16 Januari 2013

REMBULAN PUN KEMBALI BERSINAR

Oleh :
  Nama: Salami Ami
Tempat tlg lahir : 28 Agustus 1970
Alamat : Jln. Danau tempe F3B/ No. 6 Sawojajar. Malang
Alamat email Facebook : amisalami93@yahoo.com HP. 081233760063
 Riwayat Pendidikan :
Thn 1983 lulusSD
Thn 1986 lulusSMP
Thn 1989 lulus SPG.
Januari 2013
Seperti biasa aku menunggu kedatangan suami pulang dari kantor. Hari semakin sore, aku mondar- mondir dengan perasaan gelisah . Tidak biasanya dia pulang terlambat tanpa memberitahuku dulu. Aku mendengar langkah kaki yang semakin jelas , segera pintu rumah aku buka. Suamiku pulang dengan wajah murung dan lesu , ini tidak seperti biasanya.
Ku sambut suamiku dengan senyuman, dan kucium tangannya seperti biasanya. Murung di wajahnya terlihat jelas walau pun aku sudah berusaha menghiburnya. Sudah hampir seminggu ini sikapnya pun aneh terhadapku. Aku coba bertanya kepadanya apa yang terjadi, jawabnya tidak ada. Naluriku sebagai seorang istri tidak bisa di bohongi. Aku merasa ada sesuatu yang terjadi padanya.
Ponsel itu terus saja berdering memecahkan kesunyian malam ketika aku bersamanya. Aku mengambilnya terlebih dulu karena posisinya dekat denganku, ada kegelisahan tanpak jelas di wajah suamiku. Sepertinya dia mengkhawatirkan pesan yang ada di ponselnya.
Aku membaca kata-kata yang ada di ponselnya. Darahku langsung mendidih emosiku tak terkendalikan. Aku marah setelah membaca semua pesannya. Suamiku selingkuh. Aku tak menyangkah ini semua terjadi padaku setelah sekian lama kami hidup bersama dalam suatu ikatan perkawinan yang suci. Dia berani menghiyanati cinta.
Perang mulut pun tak terelakan, walau pun sebenarnya ini tak kami inginkan. Suamiku masih saja membela diri yang katanya itu temannya dan dia tidak ada hubungan sepecial dengannya. Aku tak percaya sebab kata-kata yang aku baca begitu mesra. Aku cemburu, selama bertahun- tahun kami menikah dia tak pernah menyebut kata ‘’sayang’’ . Apa lagi kata-kata yang mesra seperti rayuannya di ponsel itu.
Hujan gerimis tiada hentinya sepanjang malam. Udara dingin menyelimuti ranjangku. Dinginnya malam tidak seberapa di bandingkan dengan sikap suamiku. Aku mencoba menghangatkan suasana dengan bahasa tubuhku. Biarlah malam ini aku mengalah dengannya. Dengan penuh kesabaran aku merayunya. Dan dengan cara halus dia menolak rayuanku. Capek menjadi alasan utamanya.

Malam pun semakin larut aku tidur di temani dinginnya malam dan rasa sepi yang mencekam batinku. Ku pejamkan mata dengan penuh tanda tanya terhadap sikap suamiku. Jam dinding kamarku menunjukan angka 1 . Aku masih belum bisa tidur , dan Tiba-tiba aku mendengar suara suamiku menyebut sebuah nama. Awalnya pelan , tiga kali aku mendengarnya.
Dan yang terakhir dia berteriak lalu terbangun dari tidurnya. Tengah malam buta yang dingin aku dan suami ribut membahas sebuah nama yang ada dalam mimpi suaminya. Menyebalkan , itulah yang ada dalam pikiranku.
Suamiku tetap saja tidak mau mengakuinya. Yang jelas- jalas sudah ada buktinya. Aku berusaha mengusir kegelisahanku. Aku turun dari ranjang dan mengambil air wudhu sholat tahajud pun aku lakukan. Doa-doa aku panjatkan kepada Allah tak terasa air mataku mengalir dengan derasnya ketika aku memanjatkan doa-doaku. ‘’YA ALLAH BERIKAN HAMBAMU INI PETUNJUK , HAMBA YAKIN COBAAN INI KAU BERIKAN KARNA KAU MENYAYANGI HAMBAMU INI DAN BERILAH HAMBA KEKUATAN DAN JALAN YANG KAU RIDHOI YA ALLAH. HAMBA SANGAT MENYAYANGI KELUARGA HAMBA , KABULKAN LAH DOA HAMBAMU INI YA ALLAH.’’ Alhamdulillah ada ketenangan dan kesejukkan dalam hati ini.
Pekerjaan rumahku pagi ini menumpuk, sampai aku bingung mau mengerjakan yang mana. Jadwal mencuci baju aku awali. Satu persatu cucian aku cek saku baju dan saku celana. Ada sesuatu di dalam saku celana suamiku, yang tadinya aku kira kertas biasa. Sudah menjadi kebiasaan suami menyimpan cacatan memonya dalam saku celananya. Biasanya aku enggan untuk membacanya, entah kena apa kali ini aku tertarik untuk membacanya.
Sepucuk surat cinta yang kertasnya terlihat sudah usang. Tertulis tgl, 15- april 1984. Dan isinya sebuah kenangan sepanjang jalan kenangan ketika kau mengucapkan kata cinta . I LOVE YOU TO…. Fais, From Nisa. Nama yang di ucapkan suamiku ketika tengah malam dalam mimpinya. Orang yang sama pula dalam sms suamiku. Hatiku kembali di bakar rasa cemburu. Siapa sebenarnya dia ? Pertanyan inilah yang sedang menari-nari dibenakku.
Siang itu cuaca buruk melanda kotaku , hujan angin kencang membuat kondisi badan tak karuan. Suamiku pulang agak awal dari biasanya. Seluruh tubuhnya panas , dia demam. Tubuhnya menggigil aku memberinya obat penurun panas. Tak lama kemudian dia pun tertidur, dia kembali mengigau seperti malam itu selalu saja nama wanita itu yang dia sebut.
Nama wanita yang sama yang ada di sms dan surat cinta. Ingin rasanya aku marah dan menghentikan dia menyebut nama itu , yang membuat telinga panas dan hati terbakar rasa cemburu. Tapi dia sakit aku tidak mungkin untuk menambah beban penderitaannya. Aku hanya bisa terdiam dan membisu entah sampai kapan.
Sebuah lagu dan alunan gitar terdengar merdu. Sudah lama aku merindukannya. Suamiku dia menyanyikan sebuah lagu yang baru pertama kali aku mendengarnya. Dia benar-benar terlena dan hanyut dalam buaiyan lagu yang di bawahkanya. Baru kali ini aku melihatnya seperti itu.
Air matanya berlinangan dan kini jatuh di kedua belah pipinya. Butiran- butiran air mata itu untuk siapa sebenarnya. Aku memperhatikan semuanya dari kejauhan. Sepertinya dia tak menyadari kalau aku berada di dekatnya. Terakhir dalam lagunya dia menyebutkan nama wanita itu lagi. Kesabaran dan kecemburuanku berada pada puncaknya.
Aku harus berbuat sesuatu dan aku harus mengetahui yang sebenarnya terjadi. Aku berusaha menahan emosiku kata- kata Istighfar pun aku ucapkan dalam hatiku. Aku mencoba berbicara dengannya dari hati ke hati. Aku mencoba mau mengerti apa maksudnya. Suamiku menceritakan semuanya tentang wanita itu dari awal dia ketemu beberapa tahun yang lalu hingga sekarang baru ketemu lagi. Ternyata kenangan di masa lalunya begitu kuat membekas di memorinya. Aku bisa maklum sampai di sini.
Bagian terakhir cerita suamiku yang aku tidak bisa terima. Ternyata mereka masih saling mencintai. Lalu aku selama ini dianggap apa? Hidup bersama mendapinginya suka dan duka tanpa ada rasa cintanya padaku. Aku benar- benar merasa di tipu olehnya. Dia benar- benar mempermainkan perasaanku. Dan cintaku yang selama ini untuknya dia anggap apa?
Tega sekali dia padaku , aku benar-benar enggak terima dengan sikap suamiku. Siang itu aku pun berkemas-kemas pulang ke rumah orang tuaku dengan kedua buah hatiku.
Badai ini masih mengamuk dalam gejolak jiwaku , awan pun semakin tebal manyelimutinya. Air mata yang bagaikan hujan turun dengan derasnya , kini kering sudah. Menangis pun tak ada gunanya. Doaku pun tak ada hentinya memohon kepadaNya.
Sudah satu minggu aku berada di rumah orang tuaku. Suamiku datang menjemputku. Dia ingin aku pulang ke rumah. Aku masih mempertahankan posisiku sebagai istrinya. Dan harga diriku dihadapanya. Aku katakana padanya .’’ Baiklah aku turuti keinginmu, kamu pilih aku atau dia.’’ Jawaban suamiku cukup singkat dan membuatku tak ada pilihan lain. ‘’ Aku pilih anak-anakku.’’ Pintar sekali dia membuat aku tepojok pada satu pilihan.
Anak-anak yang bagiku asset dunia, akheratku. Karena merekalah aku bertahan hidup dan karena merekalah hidup ini ada artinya. Dan karena merekalah aku tak bisa mengelak untuk kembali lagi bersama suamiku yang ternyata tidak bisa mencintaiku. ‘’Astagfirallahhal A’zim.’’ Aku langsung beristigfar meminta petunjuk kepada Allah. Kalau memang ini sudah menjadi kehendaknya , pasti Allah sudah mempersiapkan satu kebaikan padaku.
Sikap dingin suamiku semakin hari semakin membeku. Gunung es diantara kami begitu tebal hingga sulit untuk untuk di cairkan. Hidup satu rumah , satu atap tapi seperti orang asing yang tidak saling mengenal. Bicara jika hanya ada perlu tidak ada tawa dan canda. Kalau di ibaratkan neraka inilah neraka dunia.

Aku manusia makluk yang lemah , kini terasa aku sedang tidak enak badan . Allah memberiku ujian lagi. Kini Fisikku yang diujinya. Kondisiku lemah, magku kambuh. Anak sulungku yang memang sangat menyayangiku mengetahui kondisi bundanya dia protes dengan ayahnya.
Dia menyalakan semua karena kesalahan ayahnya. Aku mendengar kata- kata yang di lontarkan pada ayahnya. ‘’ Teruskan saja yah. Emang ayah tidak pernah menyayangi kami. Kalau perlu ayah pergi saja tinggalkan kami sekalian’’. Aku kaget anakku yang selama ini pendiam dia punya keberanian untuk bicara.
Aku sengaja diam tidak bicara tidak memihak salah satu dari mereka. Suamiku tercengang diam dan membisu. Tidak ada kata- kata yang keluar dari mulutnya. Aku melihat ada penyesalan dari raut wajahnya.
Sejak kejadian itu sikap suamiku mulai ada perubahan. Dinginya suasana beberapa hari ini rupanya telah sedikit mencair. Dia mulai perhatian lagi terhadap keluarganya. Anak- anaklah yang menjadi ikatan kami untuk selalu bertahan. Merekalah yang mencairkan suasana dan karena merekalah badai bisa kami lalui.
Angin dingin masih berhembus di bulan Mei. Bunga di hatiku mulai mekar setelah sekian lama terkubur lanyu. Satu titik terang lagi Allah tunjukkan padaku. Hari ini ada seseorang yang ingin menemuiku. Seseorang yang selama ini menjadi misteri dalam kehidupanku. Seseorang yang ada dalam surat cinta, sms, dan seseorang yang ada dalam mimipi suamiku. Ya Nisa, dialah seseorang itu.
Sebuah tempat di pilihnya untuk menemuiku. Restoran jepang, Sepertinya dia sengaja memilih tempat yang sepi, dan nyaman untuk berbicara. Sepanjang perjalanku aku bertanya dalam hatiku. Apa ya, yang ingin dia bicarakan. Seandainya dia ingin merebut suamiku. Aku siap pasang kuda- kuda untuk melawannya. Ah, aku tidak boleh berpikiran buruk dulu. Ini bisa meracuni pikiranku . Tak terasa langkah kaki sudah sampai ketempat tujuhan.
Aku mengetuk pintu ruangan. Suara wanita yang aku taksir sebaya denganku mempesilahkan aku masuk. Aku melihat sesosok wanita yang sebaya denganku. Feelingku tepat. Wanita yang tinggi semampai, kulit putih, wajah oval dan berpenanpilan cukup anggun. Aku sebagai wanita yang jelas- jelas saingannya saja memujinya. Apa lagi suamiku , pantas kalau suami begitu mencintainya.
Dia mengulurkan tangannya terlebih dahulu. Namanya pun dia sebutkan. ‘’Nisa’’. Suaranya begitu lembut dan merdu. Satu lagi pujian dalam hatiku. Secara manusiawi aku benci memujinya. Tapi ini fakta. Aku membalas uluran tangannya dengan menyebutkan namaku. ‘’Zahra’’. Dia mulai pembicaraannya. Dia cerita dari awal ketemu sama suamiku, Mas Fais dia menyebutnya.
Kisah cintanya dan perpisahannya dengan mas Fais karena satu sebab. Dan satu sebab itulah mengapa dia diam- diam meninggalkan mas Fais. Dia mulai menceritakan penyebabnya. ‘’ Secara fisik aku terlihat sempurna. Aku ini mandul dek Zahra , aku tidak punya rahim lagi. Rahimku diangkat ketika aku berumur 17 tahun, karena ada penyakit di sana.
Waktu itu aku sempat putus asa. Aku sengaja meninggalkan Mas Fais tanpa memberi tahukan hal ini. Aku takut dia tidak mau mengerti maksudku. Aku mencintai dan menyayanginya. Aku tidak mau karena aku dia tidak bisa bahagia, karena aku tidak dapat memberinya keturunan.
Itulah sebabnya mengapa aku meninggalkannya. Dan kini aku ketemu dengannya tanpa di sengaja. Aku senang melihat dia bahagia bersama keluarganya. Kamu sebagai istrinya pintar, Aku lihat dia bahagia bersamamu.’’ Cinta mereka begitu suci sedikit pun tak ternoda. Aku terharu mendengar kisah cintanya. Yang jelas aku menyimpulkan dari pembicaraan kami. Dia , Nisa tidak ada nitan untuk saling menyakiti. Dia ingin mengembalikan Mas Fais sama keluarganya. Walau pun di dalam hatinya dia hanya bisa mencintai Mas Fais seorang. Tapi dia rela meninggalkan Mas Fais dan pergi dengan cintanya. Dan terakhir pembicaraan dia minta maaf sama aku dan ingin menjadi sahabatku.
Rembulan pun kembali bersinar. Allah telah mengembalikan keluargaku pada posisi semula. Setelah begitu banyak ujian yang aku lalui. Suamiku kembali menyayangiku, walau pun aku tahu cintanya milik Nisa. Aku hanya bisa bersyukur mungkin Allah memberiku bagian yang lain dari suamiku. Kini Nisa menjadi sahabatku, kami seperti saudara. Ternyata semua yang Allah kehendaki dalam hidup ini ada hikmahnya.

T A M A T

Senin, 17 Desember 2012

KETIKA CINTA BERPALING .....

Oleh :
  Nama: Salami Ami
Tempat tlg lahir : 28 Agustus 1970
Alamat : Jln. Danau tempe F3B/ No. 6 Sawojajar. Malang
Alamat email Facebook : amisalami93@yahoo.com HP. 081233760063
 Riwayat Pendidikan :
Thn 1983 lulusSD
Thn 1986 lulusSMP

Thn 1989 lulus SPG.

Ifa terbangun dari tidurnya. Jam diding di kamarnya menunjukkan angka sebelas. Baru jam sebelas malam ternyata. Dia turun dari ranjang, dengan mata yang masih mengantuk langkah kakinya menujuh teras depan rumah. Sepasang mata yang masih berusaha melihat di sekeliling teras. Suaminya mas Alif masih berada di sana. Duduk di kusri bambu dan begitu asik mengutak-atik ponsel, seperti biasa Ifa mendekatinya.

Malam itu terasa aneh , tingkah mas Alif di depan Ifa. Tidak seperti biasanya. Dia begitu gelisah ketika Ifa berada disampingnya. Ponsel yang dia pegang pun langsung dia sembunyikan seketika. Ifa berusaha menanyakan sesuatu pada suaminya. Tapi dia tidak menemukan jawabannya.

Sepenggal bulan sabit bersinar redup di temani bintang-bintang di langit yang Maha luas. Ifa menatap langit yang membisu dengan perasaan gundah–gulana. Ingin rasanya dia bertanya pada langit yang membisu tentang suaminya.
Mas Alif masih saja diam ysng masih duduk di kusri bambu. Ifa pun masuk ke dalam rumah, langkah kakinya berhenti di depan kaca jendela. Dia menatap wajah suaminya dari balik kaca jendela. Raut wajahnya begiru aneh, sebentar dia tersenyum, sebentar dia tertawa, dan sebentar pun dia terlihat begitu sedih. Ponselnya masih berada di tangannya , dia terus saja memandangi ponsel tersebut. Malam itu Ifa beranjak tidur dengan perasaan gelisah. Feelingnya sebagai istri menyatakan telah terjadi sesuatu dengan suaminya.
Waktu berganti bagaikan hembusan angin kencang yang tanpa kompromi pada manusia. Sikap mas Alif suami Ifa, semakin hari semakin berubah. Emosi yang ada begitu muda menempel pada dirinya. Kemarahan yang tidak jelas , sering dia lontarkan pada istrinya. Ketika itu Ifa tak sengaja membaca sebuah sms dari seorang wanita untuk suaminya. Sms itu begitu mesra kata-katanya, hingga membuat api cemburu yang ada di hati Ifa terbakar hingga tak tertahan lagi panasnya. Kata-kata istigfarlah yang keluar dari mulut Ifa. ‘’Astagfirallah al azim, aku harus sabar dan tidak boleh terpancing dengan sesuatu yang belum jelas apa maksudnya.’’ Inilah yang ada di pikiran Ifa saat itu.
Udara kering musim kemarau mengiringi langkah kaki Ifa menujuh tempat kerjanya. Udara yang dingin pagi itu seakan menembus kulitnya, akan tetapi bukannya udara yang dingin ini yang ia rasakan namun sikap Mas Alif lah yang ia rasakan melebihi dinginnya udara pagi ini. Ifa berjalan dengan pikiran kosong seakan tanpa tujuan . Matanya terasa begitu berat menahan rasa kantuk yang ia tahan, semalam dia tidur hanya beberapa jam. Pikiran yang ada di benaknya saat ini berputar- putar merekam sikap suaminya yang berubah beberapa minggu ini. Sambil berjalan hanya itu yang ada di dalam pikirannya. Dia tak sanggup lagi berpikir kearah lain bahkan terhadap pekerjaannya sekalipun.

Senja hari di bukit asmara
Awan tipis menari-nari di atas langit
Matahari berparas jingga merona
Sepasang burung dara terbang bersama kekasihnya
Melintas di atas bukit asmara.
Kulihat banyanganmu diantaranya.
Tersenyum tipis tanda kerinduan yang mengoda
Akankah kerinduan menjadi nyata….. aku tak tahu maknanya….

Sebait puisi yang dia baca dari ponsel suaminya. Yang jelas ditujukan bukan untuknya. Ada luka di hati yang terasa begitu pedih. Dadanya terasa sesak menerima kenyataan pahit yang harus dia telan. Madu cinta yang terasa manis selama delapan belas tahun dirasakan, kini berubah menjadi racun yang mematikan. Jiwa mati karenanya. Nalurinya sebagai seorang istri kini berbicara. Inilah saatnya Ifa menanyakan sebait puisi ini untuk siapa pada suaminya. Sebisa mungkin Ifa bertanya pada suami agar tidak menyinggung perasaannya.

“Abi, boleh Umi Tanya sesuatu. Sebetulnya Puisi yang romantic ini untuk siapa sih ?” Pertanyaan Ifa sedikit pun tidak membuat kecemasan pada diri Alif suami Ifa. Sepertinya dia telah mempersiapkan sejak awal. Ini terbukti dengan sikapnya yang begitu santai menjawab pertanyaan istrinya.

“Umi, boleh Abi bercerita sesuatu tentang masalah lalu Abi sebelum Abi kenal sama Umi.’’ Maka Alif pun becerita panjang lebar tentang masa lalunya dengan kekasihnya saat dia dulu masih duduk di bangku SLTA. Perempuan yang telah mengambil hati suaminya itu bernama Elena. Mereka berpisah selama dua puluh tiga tahun lamanya. Dan kini mereka bertemu kembali disaat perempuan itu telah menjadi janda dengan empat orang anak.
Kehidupan perkawinan dengan suaminya yang dulu tidak bahagia. Dia sering curhat dengan Alif suami Ifa kekasihnya di masa lalu. Karena kedekatannya itulah benih-benih cinta yang dulu pernah ada kini bersemi kembali. Dan benih-benih itu pun semakin hari semakin tumbuh subur karena kedekatan mereka. Tak terasa benih itu kini menjadi bunga cinta yang harum semerbak, mereka pun lupa dengan status mereka saat ini. Seperti anak remaja yang baru mengenal cinta, itulah gabaran cinta mereka, mereka lupa bahwa usia mereka telah senja.

Malam semakin larut, gemersik suara dedaunan di terpah angin malam menambah kesunyian malam. Ifa masih saja tidak percaya dengan masalah yang sedang dihadapinya, pikirannya kembali kemasa lalu. Di saat dia hidup bahagia bersama keluarganya. Ia sempat mencicipi manisnya madu cinta bersama suaminya selama delapan belas tahun lama. Baginya bukan waktu yang singkat untuk saling mengerti dengan pasangannya. Perjuangan dan pengorbanan pun dia lalui, masih segar dalam ingatannya ketika diawal perkawinan mereka sempat selama delapan tahun belum di kasih momongan. Saat itu suaminya begitu menyanyanginya.

Dengan kegigihannya mereka Iftiar mencari obat untuk mendapatkan sang buah hati tercinta. Waktu itu Ifa sempat putus asa, dia sempat berpikir suami untuk kawin lagi agar mendapatkan keturunan. Mengapa ketika itu dia tidak mau,dan sekarang ketika semua sudah kami dapatkan, mengapa ini semua terjadi…. Mengapa…. ‘’Ya Allah inikah ujiamu yang harus hamba hadapi, hambamu ini yakin kau sangat menyanyangi hamba yang lemah ini, maka berilah hambamu ini kekuatan.’’ Satu kalimat doa Ifa ia utarakan dalam hatinya. Tak terasa entah sudah berapa kali air matanya menyusut tapi seolah air mata itu tak pernah kering mengalir lagi menetes lagi.

Waktu pun terus saja meluncur bagaikan anak panah yang mencari sasarannya. Semakin hari Alif suami Ifa semakin dekat dengan wanita itu. Sms mersanya pun sering Ifa baca , kata-kata yang membuat hati cemburu, dan tak ada yang berusaha memadamkanya. Sepertinya Alif suami Ifa sengaja memancing masalah menjadi jelas ujungnya dan apa maunya. Pertengkaran pun sering terjadi. Rajutan benang emas cinta yang indah yang mereka rajut setelah bertahun-tahun lamanya kini telah robek , robekan itu mulanya sedikit, lama-lama menjadi lebar hingga mereka tidak bisa menjahitnya kembali.

Ranjang pengantin pun kini mulai dingin dan membeku tidak ada lagi kehangatan asmara cinta mereka. Malam-malam yang dia rasakan begitu sepi sunyi . Sikap Alif suami Ifa begitu dingin. Tubuhnya ada di dekat istrinya tapi hatinya ada pada wanita lain. Entah sampai kapan ini semua akan berakhir.

Malam minggu kelabu , malam masih merangkakan menujuh keindahannya. Tapi tidak bagi Ifa, malam minggu di bulan april itu menjadi malam yang kelabu. Suaminya yang ia panggil Abi selama ini mengutarakan niatnya untuk mempersunting wanita idamannya. Niat itu dia sampai kepada istrinya , dengan kata lain dia ingin menikahi wanita itu. Hati Ifa bagaikan di iris rasa sembilu sakitnya tak terelakan lagi. Hidup yang dia abdikan dengan suaminya orang yang ia cintai kini pupus sudah. Cintanya kini terbagi menjadi dua. Wanita mana yang tidak sakit hatinya. Air matanya tak terasa jatuh membasahi kedua bela pipinya. Keputusan yang dia ambil dia tetap tak mau di madu.

Keingin Alif suami ifa kelihatannya begitu serius. Keputusan Ifa yang tidak mau di madu sepertinya tidak mempan. Alif kembali mengutarakan keinginannya. Kali ini pihak keluarga besar mereka pun ikut turun tangan menyelesaikan masalah mereka. Maka kumpulah kedua keluarga besar mereka. Keputusan yang mereka ambil pun sama dengan yang di inginkan oleh Ifa. Demi cucu-cucu mereka, mereka menginginkan apa pun yang terjadi dalam rumah tangga yang selama ini mereka bina berjalan seperti semula. Dan mereka tidak merestui keinginan Alif selama ini yang ingin menikah lagi. Sebab tidak ada alasan yang kuat untuk menduakan istrinya dengan wanita lain.

Maka sejak keputusan itu Alif suami Ifa menuruti apa keingin kedua keluarga mereka, tapi hanya fisiknya saja sedangkan hatinya ada pada wanita lain. Semakin hari Ifa merasakan semakin jauh dengan suaminya, hidup satu atap tapi bagaikan orang asing saja yang seolah-olah tidak mengenal satu dengan yang lainnya. Sikap Alif pun begitu dingin terhadap istrinya. Rumah tangga yang tadinya begitu harmonis kini terasa hampa.

“Bagaimana aku bisa melupakan cintamu, kalau sampai saat ini aroma tubuhmu masih tercium dibenakku, dan bagaimana aku bisa melupakan bayanganmu kalu sampai saat ini itulah yang terlintas di benakku. Haruskah jiwa ini berhenti bergerak hanya karena aku tidak dapat melupaka cintamu….’’

Satu pesan singkat yang Ifa baca dari ponsel suaminya. Dari siapa lagi kalau bukan dari wanita itu. Ingin saranya hati Ifa menjerit karena marah, tapi tak bisa. Setiap kali banyangan suaminya tersirat di benaknya , hanya kalimat Istighfar yang sanggup meredam kemarahan di hatinya. Ifa tersenyum getir memandang anak-anaknya yang masih kecil- kecil. Semua yang ia lakukan hanya demi mereka ketiga buah hatinya yang masih belia. Tak terasa butiran-butiran air matanya pun kini jatuh membasahi kedua pipinya. Dia pun mengapusnya dengan hati yang penuh luka serta ketegaran jiwa.

Kapankah semua ini akan berakhir, satu pertanyaan yang ada di benak relung hatinya. Haruskah dia menanggung derita ini sampai akhir hayatnya. Tubuh mereka dekat tapi hati mereka semakin hari semakin jauh saja. Mereka seakan-akan hidup di dunia yang berbeda. Rajutan benang emas cinta mereka semakin hari terkoyak semakin melebar hampir saja terputus menjadi dua, kalau saja tidak ada buah hati mereka. Kini ketiganya tidak bahagia. Cinta segitiga yang membawa mala petaka, hidup bagaikan di dalam neraka dunia.

T A M A T
By; AMI

Sabtu, 08 Desember 2012

PERMAISURI HATI FAHRIE (Bag-1)


Oleh :
  Nama: Salami Ami
Tempat tlg lahir : 28 Agustus 1970
Alamat : Jln. Danau tempe F3B/ No. 6 Sawojajar. Malang
Alamat email Facebook : amisalami93@yahoo.com HP. 081233760063
 Riwayat Pendidikan :
Thn 1983 lulusSD
Thn 1986 lulusSMP
Thn 1989 lulus SPG.
 
Mata Fahrie menatap buliran-buliran rintik hujan dibalik kaca jendela ruang bersalin tempat istrinya Farida dirawat setelah baru saja melahirkan 2 jam yang lalu. Samar-samar dia teringat sesuatu. Dia berusaha keras mengingat potongan-potongan memori yang dialami sepanjang perjalanan hidupnya.

Memori itu mulai tersusun dalam benak pikirannya. Mulai dia mengenal kekasihnya sebelum dengan Farida, hampir empat tahun dia merajut kisah asmara bersamanya, tinggal satu langkah lagi mereka memasuki jenjang pernikahan. Tapi sayang mereka tidak berjodoh, tak tahu apa sebabnya kekasih Fahrie meninggalkanya begitu saja dan menikah dengan lelaki lain.

Sejak itu Fahrie patah hati, dia mulai mengenal dunia yang lain sebagai pelampiasannya. Hidupnya berubah sangat drastis, dan sebagai pelampiasan atas kekesalan pada nasibnya, dia suka mempermainkan hati wanita yang dia kehendaki. Beberapa wanita bertekuk lutut terhadap rayuannya.

Dan setelah dia mendapatkannya, lalu dia tinggalkan begitu saja. Saat itu hidupnya kacau dari satu wanita ke wanita yang lainya, dan rata-rata mereka cantik secara fisiknya.

Hingga suatu hari dia menemukan titik balik jalan kearah yang benar setelah berjumpa dengan seseorang yang bisa menuntun jalan hidupnya, dia seorang mantan preman yang telah tobat dan menjadi seorang ustad. Kisah hidupnya lebih parah dari Fahrie, kemudian mereka berteman dan sejak itu Fahrie mulai belajar sedikit demi sedikit tentang agama darinya.

Alhamdulillah Fahrie diberi petunjuk sama Allah melalui dia, Ustad Zulkarnain namanya. Kemudia Fahrie bertemu dengan teman kecilnya yaitu Farida. Mereka saling mengenal karena mereka bertetangga. Dan juga sejak kecil mereka sering main bersama.

Fahrie jatuh cinta padanya ketika Farida umur 25 tahun dan Fahrie umur 30 tahun, dan gayung pun bersambut, Farida juga mencintainya. Tak terbayang oleh mereka kalau mereka berjodoh dan menjadi kekasih hati terajut oleh untaian tali pernikahan.

Jujur Fahrie mengakui Farida tidak terlalu cantik, juga bukan keturunan orang berpangkat, bangsawan atau pun ningrat. Dia tidak perduli, raga yang terbalut kain-kain penutup aurat dan jiwa yang terpaut akherat itu yang dia inginkan, terlebih terpoles ilmu syar'i. Maka tekadnya pun bulat untuk meminang Farida saat itu.

Maka keinginan Fahrie, ia sampaikan pada kedua orang tuanya. Sempat kedua orang tua Fahrie tidak merestui hubungan mereka. Faktor klise yang mendasarinya. Karena orang tua Fahrie tergolong orang berada, sedangkan orang tua Farida orang biasa saja.
Fahrie tak patah semangat dia tetap berusaha memberi pengertian kepada kedua orang tuanya. Dan akhirnya hati kedua orang tua Fahrie pun luluh, karena kesederhanaan yang dimiliki Farida.

Hari bahagia yang ditunggu-tunggu pun datang, pernikahan sederhana digelar di rumah Farida. Terbitlah kebahagian yang mereka tunggu menyelimuti sanubari. Telah tiba saatnya biduk rumah tangga yang harus berlayar di samudra kehidupan terhempas sudah karang-karang penantian yang bertengger di taman hati mereka.

Dan malam yang penuh kebahagian, masih terbayang dipelupuk mata Fahrie, ketika dia menatap wajah Farida, matanya fokus memandang bola mata bening milik Farida dan sang pemilik pun membalasnya dengan senyuman. Beberapa detik mereka merasakan getaran yang sama yang berkecamuk didalam hati. Dan buliran-buliran air mata haru pun jatuh membasahi kedua pipi mereka.

Semenjak menikah hingga saat ini mereka memutuskan untuk hidup mandiri, dan memulai biduk rumah tangganya dari nol. Dengan restu orang tua, dan berbekal ketrampilan Fahrie sebagai seorang penulis, maka mereka memulai perjalanan rumah tangganya dengan kalimat Hamdalah, mereka hidup di kontrakan rumah yang ukurannya tidak terlalu besar, cuma ada ruang tamu, kamar tidur dengan sebuah ranjang usang dan beralaskan kasur tipis, disetiap detik perjalanan hidup mereka, dinikmati dengan penuh kebahagiaan

Walaupun penghasilan suaminya tergolong paspasan bahkan antara pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang, mereka pun harus hidup hemat, mengikis keinginan karena tidak sanggup menggapainya. Benar-benar tak pernah melihat kristas bening yang menetes dari pelupuk mata Farida karena hal itu.

Dia wanita sederhana yang pintar, tak banyak bicara, kesederhanaan dan kedewasaan yang diperagakan justru mengusik hati Fahrie, tak bisa dia pungkiri dan tutupi, dia mencintai Farida. Tak terasa tetes bening air mata bak kristas menetes membasahi kedua pipinya. Diusapnya air mata itu dengan kedua tangannya.
"Abi… dimana anak kita?''
 
Tersentak Fahrie mendengarnya, dia tahu kalau seharian tadi Farida tidak makan karena kesakitan sejak kemarin dan ketika dia tawarkan sepotong roti Farida tidak mau karena rasa sakit yang diderita menyebabkan hilang nafsu makannya. Tapi ketika terbangun dari rasa letih, bukan rasa lapar yang didahulukannya, tapi buah hati yang ia tanyakan.
Bayi yang menjadi permata hati mereka lahir dengan selamat dan nampak sehat, membuat rasa lapar dan dahaganya hilang seketika. Dengan begitu perhatiannya, Fahrie menyuguhkan segelas air putih, dia berharap agar kemesraan yang terjalin dan barangkali letih yang diderita istrinya akan segera terkikis.

Sepotong roti yang Fahrie tawarkan tadi kepada istrinya telah habis ia makan, karena Farida tak nafsu makan tadi. Saat ini hari sudah malam, tidak ada toko atau warung yang menjual makan . Segelas air putih pun dia teguk perlahan tanpa ada keluhan atau tuntutan.

Setelah minum satu gelas air putih, Farida lemas tertidur, wajahnya pucat pasi. Fahrie terlihat sangat bingung, dibangunkan tubuh istrinya yang tidak berdaya, tetap saja tak terbangun, maka dia pun mulai panik, dipanggilnya bidan dan suster yang ada di rumah sakit itu, maka kepanikanpun terjadi di ruang kamar Farida, dia mengalami pendarahan setelah habis melahirkan, HBnya turun dan sangat rendah. Jika tak tertolong maka nyawanya terancam.

Kondisi Farida semakin parah, sudah 2 hari dia dalam kondisi tak sadarkan diri. Transfusi darah sudah dilakukan, dokter pun sudah berusaha menolongnya, tapi hasilnya belum maksimal. Kiranya Allah masih menguji umatnya, kini tubuhnya terbaring lemas tak berdaya, Fahrie sedikit pun tak beranjak duduk disamping tempat tidurnya, dia genggam tangan Farida dan berkata."Dinda, satu pinta yang aku mohon kepada Allah disetiap sujud dan tarikan nafasku, ku mohon janganlah kau tinggalkan aku.''

Kembali air mata bening bak kristal jatuh di kedua pipinya dengan penuh kesedihan. Tak terasa air mata itu jatuh menelusuri lembah hidungnya kemudian tetesan terakhirnya jatuh di kening istrinya Farida.

Satu keajaiban walaupun Farida dalam kondisi koma hatinya bisa merasakan kesedihan yang sedang dialami suaminya Fahrie, kedua mata yang terpejam sejak 2 hari yang lalu kini mengeluarkan air mata yang bening penuh kesedihan. Fahrie melihat perubahan membaik pada kondisi Farida, dia senang.

"Dinda, bangunlah. Anak kita masih membutuhkan kita, mari kita merajut hari bersama. Kita masih punya cita cita, membuat permadani cinta bersama, untuk mewujudkan impian kita."
 
Air mata haru Farida semakin deras meleleh di kedua pipinya, mendengar ucapan suaminya. Mulutnya terkunci rapat oleh kondisi kesehatannya