“Bangun Solidaritas Sebagai Modal Sosial”
Bima Institute, 30 April 2011. Siang itu, matahari bersinar terang di Kota Mataram. Marwan Galle Ardath berjalan lunglai meyusuri keramaian kota. Tak hanya badannya yang gerah, hatinya juga gerah setelah menyaksikan proses wisuda di kampusnya. Untuk menyejukkan hati, Mahasiswa asal Wera ini memasuki sebuah warnet, tak jauh dari kampus Universitas Muhamadiyah Mataram, tempat ia menuntut ilmu.
“Hari ini ribuan sarjana generasi Bima akan pulang dengan gelarnya. Ke manakah mereka akan berlabuh? Akankah mereka pulang untuk menambah jumlah pengangguran di Bima?” ungkap Marwan di dinding grup Bima Institute.
Zuraid Sape Bima adalah orang pertama menyambar umpan Marwan. Zuraid mengusulkan untuk kumpul, bikin komunitas disksusi dan kumpulkan modal untuk bikin usaha bersama. Sedangkan Azzam Abdullah turut berdo’a. Semoga mereka pulang membawa semangat serta kreatifitas yang produktif guna menghindari peningkatan angka pengangguran, juga meminimalisir persaingan dan perebutan pada jabatan PNS semata. “Daripada modalnya untuk PNS mendingan buat buka usaha yang dapat menyerap tenaga kerja!” kata Zuraid menanggapi Azzam.
Azzam menanggapi balik pernyataan Zuraid. Pemuda asal Kota Bima ini mengatakan, “akan lebih bagus tu, Bang Zuraid. Masih banyak potensi di daerah kita yang berpeluang untuk digarap oleh tangan-tangan terampil. Entah itu dari segi mulai memanfaatkan SDA atau Peningkatan Teknis Pengelolaan.” Zuraid tambah semangat. Lalu ia memberikan contoh, misalnya 5 orang saja berkumpul masing-masing patungan modal 10 juta untuk buka warnet dan sekalian buka usaha rental, selain membantu adik-adik yang masih SMA bisa juga menyerap tenaga kerja, tukang ketik!
Bagai petir menyambar Marwan di siang bolong. Di tengah diskusi yang semakin hangat, tiba-tiba seorang gadis manis yang biasa disapa Wiwie Cuzyarah nyeletuk, “Marwan, kau kuliah itu untuk apa? Kau punya kuliatas atau tidak?” Waduh. Waduh. Waduh…. Kok jadi main nyerang pribadi begini, yah? Jangan-jangan Marwan masih ada urusan hati nih sama Wiwie. Entahlah! Anggap aja jeda pariwara. Jangan diseriusin.
Azzam Abdullah melanjutkan diskusi. Menurutnya, bidang yang sangat kompeten bagi yang berlatarbelakang llmu ekonomi. Kalau modal sebesar itu merasa berat juga, bikin usaha jajanan saja. Dengan modal Rp 500 ribu bisa mulai kerja dan pekerjakan anak-anak yang tidak mampu dan putus sekolah setelah SMP. Dengan demikian akan jadi BOS juga.
Rose Mbojo turut ambil bagian dalam diskusi. Perempuan murah senyum ini mengusulkan, biar ilmu tidak macet dan SDM juga tidak nganggur, mendingan patungan buka lapangan usaha biar tak jadi pengangguran. Zuraid merespon Rose. Pemuda Sape ini malah semakin menantang. Katanya, kalau perlu jangan pakai modal, tapi pakai ilmu yang didapatkan di bangku kuliah. “Wah mas…kayaknya kalau nggak ada modal dikit enggak bisa tuh… Boleh juga minta sumbangan pada Pemkotnya, yah. Hahaha….” Ucap Rose dengan nada guyun. Ini mau jadi penyusaha apa tukang minta sumbangan? He he he…
Kali ini Azzam menanggapi Rose dengan bijak. Menurutnya modal tetap saja dibutuhkan. Tapi, ankanya relatif bila kita memaksimalkan kreatifitas berdasarkan ilmu yang kita punya serta tenaga yang kita miliki. Misalnya memanfaatkan SDA atau barang bekas yang belum diberdayakan. Contohnya, Kayu fu’u Ka’dondo yang biasa daunnya buat makan kambing itu, punya potensi menjadi bahan untuk membuat mershandise, dll. Cuma untuk tahap awal rintis usaha jangan terlalu cepat mematok hasil (ini sudah menjadi Virus sekarang), dan jangan mau bergantung sama bantuan orang lain, kalau nggak mau merasa berutang budi dan ditunggangi sama orang lain.
Pemirsa dimana pun Anda berada, kayaknya ada iklan yang mau lewat lagi, nih! Kali ini iklan shampo apa iklan pasta gigi, yah? Nama gadis ini tergolong panjang, InesDed Lovealways Untylwhenever. Pendapat Ines agak istimewa dari manusia biasa. “Syukur buangat karena adanya pertmbahan pengangguran,,,,hehehehe…” Kata Ines dengan tampang tak berdosa. Guyon dik Ines sungguh terlalu!! He he he…
Ditengah gempuran para pemain iklan. Arief Rhakateza Rahman langsung meluncurkan tawaran kongkret. “Kalau di Bima, punya skill standar webprogramming, bisa bahasa inggris, minimal writing dan suka OL (Online). Saya bisa ajari cara dapat duit yang halal. Gratis…” Kata Arif menantang.
Muhammad Yunus turut ambil bagian. Menurutnya, barangkali bukanlah menambah angka pengangguran, oleh karena lapangan pekerjaan masih terbuka lebar di Bima. Bagi yang berlatar-belakang pendidikan keguruan, dapat manambah deretan nama sebagai guru sukarela (mesti dilamar pekerjaan ini layaknya buruh pabrik), honor daerah (kalaupun dapat), banyak yang bukan berlatar belakang guru justeru menjadi guru. Yunus berasumsi, itu salah satu ruang yang terbuka lebar untuk sarjana yang pulang ke Bima. Atau kalau tidak demikian, maksimalkan kerja di sektor real, entrerreneurship misalanya, dapat memberi peluang dalam mengimplementasikan potensi yang dimiliki oleh sarjana yang kembali ke Bima.
Saliamah Marjuli menambahkan, “sebenarnya para sarjana tersebut tidak menambah pengangguran manakala mereka bisa menciptakan lapangan kerja. Bukan mencari pekerjaan, tapi menciptakan pekerjaan.”
Solidaritas Sebagai Modal Sosial
Mudda Bima berbagi harapan. “Dan, prasemua itu. Yang terpenting adalah menyematkan kepercayaan baru di dada para sarjana kita. Kita robohkan gunung stigma “sarjana pengangguran”. Kita semua harus yakin bahwa kawan-kawan yang kembali ke kampung halaman ini akan membawa perubahan. Bahwa arus mudik sarjana ini juga dimaknai sebagai arus perubahan yang maha dahsyat! Bagi kawan-kawan yang berada di luar Bima, kita berikan sokongan kepada mereka. Kalau belum bisa sokong dana, yah informasi dan akses jaringan pasti lebih bermanfaat. Mari kita sama-sama membangun dou labo dana dalam semangat kekeluargaan, sebab dalam tubuh kita mengalir darah yang sama,” tutur Mudda beri harapan.
Gelombang semangat Mudda tampaknya sampai pula ke Azzam. “Mas Mudda Bima, semoga saja demikian. Dan kalo bisa sedikit melenturkan stigma ‘selesai sarjana harus mengejar PNS semata’.
Masih banyak ruang kreasi yang lain yang membutuhkan ilmu mereka, seperti yang diuraikan kawan-kawan sebelumnya,” ungkap Azzam. Begitu pula Yunus. “Makasih bang Mudda Bima atas spiritnya, semoga aliran darah yang sama itu akan mengantarkan kita semua untuk saling mengangkat dan membesarkan satu sama lain,” kata mahasiswa Universitas Muhamadiyah Makasar ini penuh semangat.
Masih banyak ruang kreasi yang lain yang membutuhkan ilmu mereka, seperti yang diuraikan kawan-kawan sebelumnya,” ungkap Azzam. Begitu pula Yunus. “Makasih bang Mudda Bima atas spiritnya, semoga aliran darah yang sama itu akan mengantarkan kita semua untuk saling mengangkat dan membesarkan satu sama lain,” kata mahasiswa Universitas Muhamadiyah Makasar ini penuh semangat.
Menanggapi pernyataan Azzam dan Yunus, Mudda Bima sepakat. Menurut Mudda, kita sebagai generasi masa kini mesti melakukan yang terbaik dari generasi sebelumnya. Mudda mengajak kita untuk mencairkan sekat-sekat sempit perbedaan dengan komunikasi yang baik. Drama perebutan kekuasaan yang dipertontonkan oleh elit penguasa lokal tidak memberi arti dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Dan kita, generasi muda mesti saling memberikan dukungan kepada yang lain. Karena solidaritas antara kita adalah modal sosial yg tak kalah penting untuk membangun dou labo dana” kata Sekretaris Majelis Paguyuban Bima Dompu (MPBD) Bali ini menambahkan.
Terakhir, Muhammad Yunus menambahkan, “dan modal sosial ini akan menumbuhkan Trust (kepercayaan) antara kita kemudian kita memilih Dana Mbojo sebagai arena perjuangan dalam menyongsong hari depan yang cemerlang,” tutur alumni SMUN 4 Kota Bima ini optimis.
“Bang…Bang…. Abang ini mau main internet, apa mau tidur sih?! Dari tadi kedengaran ngorok aja. Lihat tuh, pelanggan saya yang lain pada kabur gara-gara suara ngoroknya Abang. Kalau tiap hari Abang main di sini, bangrut dah saya, ” ujar penjaga warnet pada Marwan dengan nada marah. Maklum, hampir tiga jam Marwan menikmati mimpi di depan layar monitor. Entah apa yang dikerjakan semalam, hingga begadang sampai pagi.
Sebelum meninggalkan warnet, MaRwan Galle Ardath yang tertinggal jauh dalam dinamika diskusi masih sempat menulis, “Alhmdulillah banyak sekali ilmu yagg saya dapat dari abang-abang… Semoga kita tetap bersemangat untuk membangun Bima, dan membawa perubhan buat dana Mbojo ke depan. Tentu dengan menghilangkan budaya sesat yang saat ini coba ditanamkan oleh para penguasa.” Marwan melangkah dengan gagah keluar warnet. Serasa baru mendapat wangsit. (Editor: Mudda Bima)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar