Kamis, 18 Maret 2010
kritik kepada bupati kab bima ferry zulkarnain. st
|
UMAR ALI |
Kritik Kepada Bupati Kab Bima Ferry Zulkarnaen ST.
Seperti biasa , email saya buka untuk melihat informasi apa saja . Biasanya email saya banyak dikirimi berita berbagai masalah social politik, hukum , ekonomi, lingkungan dll dari banyak teman diberbagai Daerah. Ini kali berbeda, Empat informasi serentak datang dari teman-teman weki kai ndai Dou Mbojo. Semua tulisan masuk bersifat keluhan pada kondisi daerah yang serba amburadul selama kepemimpinan Dae Ferry.
Sangat naïf, jika saya Dou Mbojo tinggal di Jakrta tidak merespon keluh kesah teman – teman , apalagi keluhan itu dikuatkan dengan sejumlah uraian sebagai bentuk kritik yang cukup rasional. Informasi itu semakin menambah catatan buruknya kerja Pemda kita dimata saya. Sebelumnya informasi tentang Dae Ferry tidak mampu memimpin kab Bima sudah sering saya terima.
Kondisi yang membuat saya menerawang. Penerawangan membayangkan Dana Mbojo yang tadinya gunung hijau penuh pohon, air mengalir jernih, persawahan tumbuh subur dan masyarakatnya berabab religious . Kini terbalik bagaikan ethopia, gunung gersang, mata air hilang, sawah banyak mengering dan nilai religiuspun banyak terkikis belum juga ada langkah perbaikan.
Sementara persoalan lain seperti pelayanan public, Pembangunan infrastruktur, pengangguran , pendidikan dan lain – lain masih jauh dari harapan. Belum lagi masalah anggaran, social politik, hukum dan ekonomi. Kiranya Pemda Kab Bima yang dipimpin Dae Ferry memiliki masalah yang tidak tersentuh secara benar. Disinilah penyebab munculnya kesenjangan besar, sehingga lahir kritik luas masyarakat rasional Kab Bima.
Penerawangan saya , dimana jaman sudah berubah banyak. Transportasi udara, darat dan laut sangat lancar memperpendek jarak tempuh , Technologi informasi sudah ada disetiap rumah yang menjamin transparansi serta pola pikir dan gaya hidup masyarakat mulai maju karena belajar dari televisi. Lantas apa yang membuat daerah penuh potensi ini masih ngadad ibarat mesin tua. Padahal, berbagai daerah lain karena berani dan inovatif sudah banyak yang maju secara permanen dan nyata.
Penerawangan saya mulai mengerucut, singkatnya mengarah pada karateristik Dae Ferry sebagai komando. Masih mengiang dikepala, diawal pemerintahan Dae Ferry beberpa Tahun lalu disebuah bulletin NTB saya menulis “ kita semua salah memilih Ferry “. Anekdot dari kecerobohan atau kita memang tertipu oleh kampanye Dae Ferry yang menonjolkan wibawa kerajaan dan kepolosan sehingga terpilih.
Karateristik Kepemimpinan Dae Ferry
Secara Domestik, Dae Ferry berada dalam “ kegiatan benang kusut bisnis dan politik kental “. Masih lekat dimata kita, diawal kekuasaanya Dae Ferry sudah memulai bisnis dengan lihai mengambil alih pengelolaan sarang wallet. Meskipun tender dilakukan, tapi atas jabatannya Dae Ferry melibatkan actor lain dengan slogan andalan “ bermain Cantik “, mengelabui H. Najib.
. “Konsesi bisnis melalui tender “ seperti diatas diprediksi terjadi di semua proyek daerah yang bersumber dari dana APBN dan APBD. Sejumlah besar proyek Pemda dikuasai orang-orang dekat yang nota bene adalah darah biru atau figur lain yang dipasang. Dae Ferry berada dalam posisi sutradara yang berkuasa penuh mengatur semua peran dan jatah proyek kepada para actor.
Dalam politik, Dae ferry cenderung berpolitik untuk memiliki kekuasaan yang lama. Faktor pemicu motif ini karena Dae ferry ‘bukanlah politisi ‘yang menguasai ragam pengetahuan, pemimpin akuntable dan pebisnis atau punya sumber pendapatan lain. Sementara, sebagai keturunan ‘”raja “ memaksa Dae Ferry untuk eksis dalam “tahta raja” dengan hidup mapan. Karena itu, Dae ferry perlu punya banyak uang dan berusaha mempersempit ruang lawan politik potensialnya dari perpolitikan daerah.
Upaya memperlemah lawan politik pernah dilakukan terhadap H. Zainul Arifin mantan Bupati Kab Bima. Dae Ferry pernah mencari kesalahan H. Zainul sebagai rival politik yang ditakuti, dengan membuka data pembelanjaan Pemda non APBN. Namun ini gagal karena tidak terbukti ada penyelewengan atau pelanggaran yang bisa dihukumkan.
Dari gambaran ini, cukup jelas bahwa Dae Ferry diselimuti ambisi yang kuat untuk mengumpulkan banyak finance dan ambisi melanjutkan kekuasaan. Dalam kepemimpinan politik, hal seperti ini bisa dibilang boleh boleh saja, tapi akan menjadi salah ketika langkah yang diambil tidak sesuai tempatnya.
Gaya Politik
Di alam “Demokrasi bebas “ terbuka banyak bagi entitas politik untuk “bergaya” sedemikian rupa. Kemana arah politik yang kita inginkan ada banyak pilihan. Referensi politik atau kepemimpinan politik Nasional dapat diambil seperti, gaya Soekarno , Soeharto sampai dengan SBY. Lebih jauh lagi , Gajah Mada, Sultan Agung atau bahkan Ken Arok.
Belum lagi referansi mitologis simbolis kepemimpinan ( politik ) kisah kisah wayang atau kisah – kisah legenda rakyat yang mengemuka diberbagai daerah misalnya , ‘ruma hawo Ninu ‘ ( Sang Bima ) penyatu para Ncuhi, di Dana Mbojo. Dan sangat penting – referensi kita tentang tokoh tokoh pemimpin agama. Idola kepemimpinan umat islam Nabi Muhammad SAW yang terbaik untuk dicontohi.
Gaya mana yang Dae Ferry ikuti, selama Lima Tahun berjalan , kepemimpinan yang diterapkan cenderung mengarah gaya kepemimpinan ( politik )antara Ken Arok dan Soeharto. Gaya tidak banyak bicara tapi penuh dendam, siapa saja yang tidak setia atau loyal pasti lengser dari posisi. Intervensi dan dokrin terhadap bawahan sampai tingkat Desa menjadi rutinitas kerja Dae ferry. Gaya lain adalah berusaha melemahkan kekuatan “lawan politik” dengan cara mencari – cari kesalahan.
Penerapan Gaya kepemimpinan otoriter seperti ini diakui banyak pejabat pemerintah Daerah Kabupaten Bima. Rasa tidak nyaman dan tertekan secara tidak langsung membuat pejabat teras kehilangan inovatif . Inilah kenyataan yang terjadi di Kab Bima. Hasil pantauan selama ini, saya menemukan banyak staf pemda yang memiliki talenta kreatifitas tinggi. Mereka tidak menjadi aset yang baik karena memang tidak memiliki kesempatan yang luas. Hambatan terhadap proses inovasi ini tersumbat oleh gaya politik puncak pimpinan.
Sehingga tidak sedikit kebijakan sejumlah pembangunan daerah salah penempatan. Selama ini konsep pembangunan masih focus pada basic education. Sejumlah persoalan seperti pendidikan, pemerataan pendidikan, gedung sekolah, kualitas guru dan perpuatakaan sampai sekarang masih menjadi persoalan. Hal ini juga dialami oleh komuditi unggulan kita yang berlimpah seperti bawang merah dan jambu mente yang tidak tersentuh oleh kreatifitas pengembangan, belum lagi kita bicara material sumber bumi.
Dalam roda otonomi, pertimbangan daya saing dan produktivitas perlu ditopang oleh kualitas sumber daya manusia (SDM ). Karena itu, industry pendidikan atau pelatihan harus dikembangkan secara relevan dengan kebutuhan industry dan pasar tenaga kerja. Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang mendorong pertumbuhan daerah.
Begitupun dengan pembanguan Infrastuktur dan pengelolaan keuangan daerah harus berimbang antara pos penerimaan dan pos pembelanjaan. Termasuk laporan dana PAD dari mana sumber penerimaan dan kemana saja dibelanjakan harus ada laporan berkala secara transparan.
Gaya kepemimpinan yang kaku, terlalu hati-hati dan bertahan dengan konsep kerja masa lalu ternyata masih berlaku dalam kepemimpinan Dae Ferry. Inovatif dan kreatifitas sebagai pendorong perubahan sama sekali tidak bergerak. Dae Ferry dan pegawai Pemda lebih sibuk dengan tatanan administrative, sibuk berkunjung dari desa ke desa yang semuanya bersifat normative tanpa terobosan berarti. Sementara kita dikejar kebutuhan besar perubahan oleh pemimpin yang punya daya kerja besar.
Transparansi dan aspiratif sudah harus dibuka untuk memberi ruang masyarakat ikut terlibat dalam pengambilan kebijakan public strategis. Sebab, pengelolaan atas kebutuhan daerah menuju perubahan “ bukanlah kewenangan dan otoritas” Bupati dan jajaran pemda semata. Tetapi peran serta masyarakat menjadi penting sebagai tonggak pembangunan daerah. Karena itu, Dae Ferry perlu pahami substansi filosofi daerah bahwa maju – mundurnya suatu daerah akan tetap menjadi tanggungjawab bersama masyarakat itu sendiri.
Tugas atau amanat yang diberikan masyarakat Lima Tahun lalu terhadap Dae Ferry sehingga terpilih adalah kepercayaan yang semestinya dijawab oleh langkah pembangunan dan perubahan bersama elemen masyarakat, yang menjamin terwujudnya kesejahteraan atau menyentuh hak-hak kewarganegaraan yang lebih baik. Sangat salah jika Dae Ferry hanya bekerja dalam pemikiran sempit tanpa ada karya perbaikan yang signifikan.
Sekarang masyarakat sudah pintar menilai mana yang benar dan salah, yang nyata dan fiktif , rekayasa atau apa adanya, semua itu tetap dicermati. Apalagi di Bima tertumpuk sarjana menganggur yang komunikatif dan cerdas mengeritik. Untuk itulah, Dae Ferry jangan lagi menerapkan kepemimpinan politik “ kelas salon “ yang suka berdandan agar meraih simpati massa dengan cara banyak berkunjung.
Yang lebih penting lagi, kami tidak mau kepemimpinan Dae Ferry cenderung memanfaatkan jabatan untuk melakukan kampanye permanen hanya karena ingin mempertahankan kekuasaan politik. Hal ini tidak saja merugikan pribadi Dae Ferry sebagai puncak Pimpinan Kab Bima yang gagal, tetapi dampaknya merugikan daerah dan masyarakat secara menyeluruh lebih menyakitkan.
Sekarang, waktunya kita buka mata. Kompleksitas sejumlah tuntutan kebutuhan masyarakat harus diperbaiki bertahap. Kajian prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi daerah perlu dipercepat jika tidak ingin tertinggal oleh daerah lain. Oleh karena itu, terkait pemilukada Kab Bima nanti, masyarakat supaya lebih berhati-hati untuk tidak lagi membuat kesalahan kedua kali dalam memilih pemimpin. *****( tulisan ini hanya respon positif sebagai dou mbojo, tidak terkait apapun dengan Pemilukada Kab Bima nanti ).