REUNI AKBAR ALUMNI 1989 SMPN 1 SAPE TAHUN 2019 JUMPA KANGEN GENERASI BIRU 1989MERAJUT UKHUWAH, MENYAMBUNG SILATURRAHIM ZELLOVER INDONESIA BEROJENG, BERGEMBIRA & BERAMAL BERSATU DALAM CANDA & TAWA DI UDARA dan DI DARAT
Tampilkan postingan dengan label Rubrik NATALIUS PIGAI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rubrik NATALIUS PIGAI. Tampilkan semua postingan

Senin, 28 Mei 2018

Bandar Udara Kertajati : LUMBUNG BERAS DI PULAU JAWA TERANCAM. DONGENG SWASEMBADA 5 JUTA HEKTAR LAHAN BARU CITA-RASA UTOPIA!

Jakarta, 28 Mei 2018

Oleh: Natalius Pigai

Semalam di ruang perpustakaan di rumah, saya mencari buku-buku lama sewaktu kuliah di Jurusan Pemerintahan Desa di Yogyakarta. Menarik karena kembali menghidupkan memori medio 90-an di tempat kuliah yang dijuluki “kampus desa” dimana bidang studi sosiatri pembangunan masyarakat desa menjadi andalannya. Dalam berbagai hasil studi dan laporan statistik pangan menyatakan pulau Jawa adalah lumbung pangan nasional yang mensuplai 50 persen pangan nasional  dan Indramayu merupakan kabupaten penghasil beras tertinggi di Indonesia .

Pada tanggal 22 November 2016, baru saja mendarat dibandara menangani kasus Freeport di Papua, aktivis Agraria meminta saya mendatangi Kertajati Indramayu karena masyarakat dipukul, dianiaya dan disiksa oleh aparat gabungan atas perintah pemerintah pusat demi perluasan  landas pacu lapangan terbang yang memasuki  wilayah hunian penduduk, harta warisan budaya dan tempat-tempat keramat serta luas sawah ribuan hektar. Pada saat itu juga saya mendatangi masyarakat di Kertajati, Indramayu. Keesokan harinya saya pimpin rapat di gedung sate kantor gubernur Jawa Barat dengan menghadirkan stakeholder. Pemerintah pusat bersih keras, gubernur Jawa Barat menolak tetapi karena proyek strategis nasional, maka pembangunan, penggusuran dan penghancuran tempat hunian masyarakat Kertajati tetap di lanjutkan.

Di hadapan ribuan orang di Kertajati dan juga di kantor gubernur saya mewakili Komnas HAM menegaskan bahwa Kertajati tidak bisa dilanjutkan karena Indramayu Lumbung Beras yang memberi makan jutaan rakyat Indonesia.

Itulah sekelumit sedikit kisah perjuangan kami karena sedari awal telah tertanam di memori bahwa Indramayu pusat produksi beras sebanyak 1 juta Ton dari 30 juta ton kebutuhan nasional.

Tidak dapat disangkal bahwa hari ini pemerintah berpolemik soal tata kelola pangan nasional khususnya beras. Rakyat dipertontonkan dengan sandiwara antar anggota kabinet tentang perlu tidaknya impor beras 500 ribu ton, polemik tentang kepastian data/jumlah stock beras, BPS tidak mampu menghitung secara pasti angka postulat berdasarkan statistik meskipun menggunakan data berbasis geografis (geografical information system), Bulog berkeras kepala untuk tidak mau Impor beras, kementerian pertanian tidak mampu mendorong produksi pangan dan mengendalikan petani gabah dan beras, demikian pula kementerian perdagangan masih mau memaksakan Impor beras. Darmin Nasution Bingung!. Sekali lagi Darmin Nasution Bingung!.

Itulah sandiwara yang dipertontonkan oleh pemerintah Jokowi-Jk 2014-2019 Karena katidakmampuan menuntun tata kelola pangan nasional.

Persoalan pangan dan soal beras adalah soal mati hidupnya rakyat Indonesia namun pemerintah kewalahan, bahkan berantam diantara mereka. Bayangkan saja untuk menghidupi 263 juta penduduk Indonesia maka kita butuh 30 juta ton berat/ tahun. Dengan kebutuhan 114 kg/kapita/tahun. Berdasaran perhitungan akhir tahun 2017, suplai beras gabah petani diperkirakan 81 juta ton atau 46 juta ton beras. Artinya kita masih memiliki surplus beras sebanyak 16 juta ton kalau itu sesuai target. Sedangkan kebutuhan beras nasional Perbulan rata-rata 2,2 juta ton. Sementara cadangan beras pemerintah hanya 1,182 juta ton.

Persoalan beras tetap menjadi perhatian nasional dan akan terus menjadi polemik tahunan yang tidak akan bisa berhenti sepanjang hayat bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah tidak main-main, tidak bekerja musiman tetapi perlu proyeksi suplai dan demand dalam jangka waktu yang panjang. Kecenderungan pemerintah saat inj justru soal pangan dan beras dianggap tidak menjadi penting, pemerintah lebih mementingkan soal politik dan citra diri menghadapi tahun politik.

Kembali ke Indramayu, bahwa pembangun bandar udara internasioanl Kertajati memang penting bagi mobilitas orang, barang dan jasa, khususnya bagi Masyarakat Jawa Barat, tetapi justru secara langsung akan mempengaruhi sumber beras nasional. Adanya pembangunan kawasan industri, pembangunan real estate, perkantoran dan dinamika mobilitas orang, barang dan jasa secara otomatis mengantarkan penduduk  Indramayu dari masyarakat agraris ke industri dan jasa. Demikian pula penyusutan lahan pertanian dan perkebunan menyebabkan tidak mungkin lagi menyumbang beras 1 juta ton dari 30 juta kebutuhan beras nasional.
Tidak hanya Indramayu, seluruh pulau Jawa terancam sebagai Lumbung pangan karena Data Kementerian Pertanian menunjukkan luas lahan sawah 44% berada di Pulau Jawa memiliki luas lahan sawah 3,4 juta hektar, dari total persawahan di Indonesia mencapai 7,74 hektar.

Meski perlindungan lahan pertanian telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan sejumlah aturan turunannya telah diterbitkan pada 2012 lalu, tetapi dalam pelaksanaannya pemerintah menabrak aturan demi proyek ambisius pemerintah.

Belum lagi orientasi pembangunan industri masih berbasis di pulau Jawa, ditunjang oleh pembangunan kawasan hunian, pengembangan perkotaan. pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyertai tuntutan kebutuhan ekonomi akan meningkat sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Maltus. Faktor-faktor sebagaimana diatas memberi Konstribusi bukan tidak mungkin telah mengalami penyusutan lahan pertanian yang mana 51% sumber pangan nasional disuplai dari pulau Jawa yang meskipun luas pulaunya hanya 6% dari keseluruhan daratan di Indonesia.

Kabupaten Bojonegoro dan Sragen juga mulai terancam sebagai sumber beras nasional. Bojonegoro tiap tahun juga menyumbang 1 juta ton, sementara Sragen 600-800 ratus ribu ton. Pada saat ini Sragen dalam ancaman penyusutan lahan karena konsekuensi dari pembangunan jalan Toll Semarang-Boyolali-Surakarta. Mobilitas barang, jasa dan orang yang semula melalui pantai utara mulai kecenderungan beralih melalui lintas tengah Salatiga, Sragen, apalagi pembangunan akses jalan toll Madiun-Ngawi. Kerusakan  Ekosistem kart sebagaimana terjadi di pegunungan Kendeng akibat pembangunan pabrik semen di Jepara dibawah kepemiminan Ganjar Pranowo ikut memberi Konstribusi signifikan terhadap hambatan suplai air untuk kebutuhan ekonomi khususnya petani  padi termasuk juga Bojonegoro meskipun berada di daerah aliran sungai bengawan Solo. Itulah beberapa ancaman dimana Jawa tidak akan bisa diharapkan menjadi daerah suplai pangan nasional khususnya beras.

Salah satu dampak besar yang perlu diantisipasi adalah adanya ancaman urbanisasi akibat tingginya angkatan kerja, pengangguran dan kemiskinan yang meningkat diperdesaan tentu menyebabkan orang desa yang agraris menjadi masyarakat urban. Penduduk pedesaan yang memiliki lahan pertanian makin berkurang karena menua, akibatnya terjadi substitusi lahan dari pertanian ke jasa dan industri karena petani menjual areal pertanian mereka konglomerasi-konglomerasi yang menguasai lahan dipedesaan.

Dampak besar ancaman penyempitan lahan pertanian juga terlihat dari pembangunan pembangkit tenaga listrik hampir tiap wilayah di pulau Jawa. Kabupaten Cilacap saja telah  memiliki kurang lebih 3 pusat pembangkit listrik swasta dan pemerintah. Artinya kebutuhan
Energi makin hari kian meningkat, tuntutan kebutuhan energi di pulau Jawa bisa saja termasuk paling tinggi termasuk di dunia. Dalam hal ini disatu sisi sangat membanggakan, namun juga membahayakan ekosistem dan sumber-sumber ekonomi berbasis pertanian perkebunan.

Inilah korban dari rancang bangun pemerintah tersandera dokrin keynesian yang menyatakan bahwa pasar dan pemerintah sebagai simbiose mutualism. pemerintah  terlalu baik pada pasar tetapi pasar selalu egois mengejar keuntungan menyebabkan pemerintah selalu kalah dan ketinggalan untuk berbuat baik bagi rakyat. Konsep pembangunan kemitraan antara swasta dan pemerintah (publik private partnership/PPP) kurang lebih 10 tahun terakhir ternyata belum bisa memberi Konstribusi signifikan. Justru sebaliknya pemerintah dijadikan sapi perah swasta melalui proyek infrastruktur dengan investasi besar. Termasuk Pembangunan Bandar-Bandar Udara di Indonesia. Padahal kalau kita melihat secara jelih ternyata pembangunan bandar udara baru selalu merusak ekologi dan sumber ekonomi  khususnya areal pertanian dan perkebunan. Bandar Udara Internasional Kuala Namu di Sumatera Utara merusak areal perkebunan, sumber potensial bagi pendapatan Sumatera utara juga nasional, Bandar Udara Sukarno Hatta, Badara Udara Sultan Hasanudin, Hang Nadim, Palembang, termasuk juga bandar udara internaional Kulon Progo Yogya dan lain sebagainya. Hampir semua pembangunan bandar udara selalu memakan korban. Jika tidak menggusur penduduk maka areal produksi pertanian dan perkebunan dirusak.

Bagaimanapun pembangunan lapangan internsional telah menghancurkan sumber potensial penghasil pangan maka selanjutnya komitmen pemerintah untuk membuka areal pertanian 5 juta hektar sawah harus wujudkan sebagai konsekuensi janji presiden Jokowi sebelum 2019. Kalau tidak bisa diwujudkan maka pemerintah gagal memenuhi janji.

Membaca disituasi ini pemerintah tentu mempunyai Master Plan pembangunan nasional dalam berbagai sektor termasuk sektor pertanian. Salah satu yang paling penting adalah perencanaan pembangunan dan pengembangan industri tentu memperhatikan ketersediaan lahan yang makin menyempit di pulau Jawa.

Uangkap Natalius Pigai, Kritikus dan Aktivis lewat JAPRI WA ZURAID BIMA 28/05/2018

Jumat, 25 Mei 2018

NGABALIN HANYA SEBAGAI PEGAWAI KONTRAK PPPK, DEPUTI IV KSP, DI ISTANA NEGARA.

(Analisis Kritis Lembaga Kepresidenan RI Dalam Perspektif Seorang Birokrat) 

Oleh: Natalius Pigai

Dua hari terakhir, negeri ini heboh karena Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mengangkat seorang tokoh yang kontroversial dan Politisi Yang  Suka Loncat berbagai Partai yaitu Ali  Mochtar Ngabalin. Apalagi dengan beberapa Judul berita yang lebih heboh diantara;  Ngabalin masuk Istana Negara, Ngabalin Juru Bicara Pemerintah, Bahkan dapat arahan langsung dari Preisden.

Membaca berbagai berita tentang direkrutnya Ali Mochtar Ngabalin seakan- akan kita terhipnotis dengan jabatan yang prestisius, bergengsi, juga pengaruh dan dampak yang luar biasa. Sekali lagi karena didukung opini besar, media besar sehingga muda  membangun framing seakan-akan Kelomok oposisi mulai lunak, jinak dan dijinakan karena kelihaian istana.

Tulisan ini akan membuka tabir dan cakrawala tentang apa sesungguhnya jabatan dan sebutan yang pas untuk Ali Mochtar Ngabalin di KSP.

Sebagai seorang birokrat yang malang- melintang selama 18 tahun di berbagai instansi pemerintah, sudah barang tentu tanpa diberitahu posisinya yang diemban oleh Ngabalin, saya pasti tahu meskipun hanya dengan melihat peran dan tugas yang diemban. Demikian pula tiap pejabat birokrat negeri ini pasti sudah tahu apa status dan level jabatan yang diemban oleh Ngabalin.

Sudah bukan rahasia lagi bagi birokrat bahwa tiap hari menjadi sarapan dan santapan harian gosip miring tentang melubernya orang- orang politik atau di luar ASN yang mengisi jabatan birokrat, terlebih berbagai posisi dan jabatan di lingkungan Lembaga Kepresidenan. Kecuali Kementerian Setneg dan Sekab sesuai undang-undang kementerian dan Lembaga Negara.

Jabatan Ngabalin menurut Kepala KSP Moeldoko adalah Tenaga Ahli Utama Deputi IV Bidang Komunikasi Publik. Kemudian Ngabalin adalah juru bicara pemerintah.

pemerintah ini telah 4 tahun berlangsung. Makin kesini kian tertantang untuk mencermati dinamika dan tata kelola lembaga kepresidenan.

Dilihat dari sifat lembaga KSP adalah disebut Presidetial Auxiliary body yaitu lembaga negara atau pemerintah berada yang berada di  level ketiga, setelah lembaga negara (state auxiliary body) dan instansi pemerintah (goverment body). Instansi KSP dibentuk hanya secara spesifik untuk melayani dan mendukung kerja-kerja presiden maka disebut presidencial Auxiliary body. Berbeda  dengan Kementerian Sekretariat Nagara dan Kementerian Sekretariat Kabinet yang masuk kategori  government body atau lembaga pemerintah yang menangani tugas dan fungsi utama pemerintah sesuai amanat Undang- Undang.

Untuk mempermudah memahami  maka lembaga pelaksana kebijakan negara dan pemerintah di Indonesia teridiri dari ada 3 tipologi lembaga sebagai berikut:

1. State Auxiliary bodies atau lazim disebut lembaga negara seperti Komnas HAM, Ombudsman, KPK dll. Lembaga Negara dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang.

2. Governmet Bodies atau Government Auxiliari Bodies atau Lembaga Pemerintah dan Lembaga Pemerintah Non Departemen seperti Kementerian atau BNP2TKI, BULOG, LIPI, BATAN, BPS dan lain sebagainya.  juga dibentuk untuk melaksanakan amanat Undang-Undang, pembentukan berdasarkan Undang-Undang atau Keputusan Presiden.

3. Presidencial Auxiliary Body atau Lembaga yang melayani untuk mendukung kerja-kerja Presiden seperti KSP dan Unit Kerja Presiden dibentuk berdasarkan Keputusan Presisen tetapi lembaga-lembaga ini tidak melaksanakan amanat atau perintah undang-undang apapun karena khusus hanya mendukung kelancaran tugas dan kerja presiden.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, ketiga tipe atau jenis lembaga tersebut di atas harus dibantu oleh unit sekretariat yang merupakan Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pegawai sekretariat terdiri dari seorang Sekretaris dan Deputi/Dirjen adalah  eselon I dan kepala Biro atau asisten Deputi disebut eselon 2 dan para Pejabat struktural dan fungsional.

Sementara Kepala Lembaga adalah disebut Pejabat Negara (PN) yang merupakan Jabatan Politis bisa dipilih melalui seleksi seperti KPK, Komnas HAM dll atau Ditunjuk oleh Presiden sebagai Kepala Pemerintahan  seperti  Menteri, Kepala Badan dan juga KSP. Perlu diketahui bahwa penunjukkan Pejabat Negara bukan sebagai Kepala Negara tetapi Kepala Pemerintahan yang akan melaksanakan program pemerintahannya.

Pejabat Negara bisa juga non pegawai ASN, Politisi, TNI/Polri, Profesional atau juga  dari Pegawai ASN yang memenuhi syarat Kepangkatan dan Jabatan.

Pertanyaan selanjutnya siapa Pejabat Negara di Kantor Staf Presisen (KSP)?. Berdasarkan Kepres 26 Tahun 2015 tentang KSP maka Jawabannya hanya ada 1 orang Pejabat Negara yaitu Jenderal Purn Moeldoko. Kepala KSP setingkat Menteri. para Deputi termasuk Deputi IV Eko Sulistyo adalah Pejabat Eselon I yang sesuai dengan Undang-Undang diperbolehkan juga rekrut orang-orang yang berasal dari non pegawai ASN melalui pelelangan Jabatan Eselon I. Maka ketika penunjukan Eko Sulistyo sebagai Eselon I tentu secara etika birokrasi dan moralitas bertentangan karena harus melalui lelang jabatan yang diumumkan ke publik untuk mengukur sistem meritokrasi dalam birokrasi sebagaimana ketika rekrut Farid yang orang non ASN  menjadi Dirjen Kebudayaan . Lain halnya dengan Ibu Dani atau Pramowardani yang merupakan pegawai ASN LIPI tentu juga dengan memenuhi standar kepangkatan dan jabatan.

Selanjutnya adalah siapa yang berhak untuk menjadi staf khusus atau pada level berapa saja yang diperbolehkan memiliki Staf Khusus sebagai Pejabat Eselon I?. Sesuai dengan undang- undang, Staf Khusus hanya diperkenan bagi Presiden dan Pejabat Negara seperti Staf Khusus Kepala KSP Moeldoko dan Para Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Depertemen (LPND) . Dan Staf Khusus Kepala KSP,  Pak Moeldoko adalah Pejabat yang harus disetarakan dengan fasilitas dan honor eselon Ib sama seperti Staf Khusus Presiden/Menteri/ Kepala Badan dll.

Menjadi problem serius adalah untuk semua kementerian dan lembaga untuk level eselon I seperti Deputi tidak boleh ada staf khusus karena dia dibantu oleh eselon 2, 3, 4 dan Tenaga Fungsional. Namun untuk Kantor Staf Kepresidenan diperbolehkan berdasarkan Kepres nomor 26 tahun 2015 yaitu jabatan Profesional yang satuan administrasi pangkal dibawah Deputi. Jabatan profesional tersebut adalah Tenaga Ahli Utama (TAU). Sebuah jabatan yang tidak lazim untuk KSP. Sekedar ketahui bahwa Tenaga Ahli Utama tersebut memang boleh tetapi lebih tepat di unit kajian dan kebijakan Terapan seperti LAPAN, BATAM, Kementerian PU dan lainnya karena seorang pejabat TAU harus disertifikasi Profesi oleh lembaga sertifikasi.

Saya tidak paham Tenaga Ahli Utama di KSP memiliki sertifikat kompetensi atau tidak. Memang KSP sesuai Perpres 26 tahun 2015 diperbolehkan tetapi rekrutmennya harus melalui lelang atau pengumuman resmi. Inilah kesalahan terbesar KSP saat ini. Apalagi sistem Gaji Tenaga Ahli Utama telah ditentukan sebagai jabatan fungsional sesuai dengan Keputusan  Menteri Keuangan nomor 58 Tahun 2010 misalnya bagi jabatan fungsional pengkajian dan penerapan teknologi. Jadi Tenaga Ahli utama cocok untuk jantan fungsional penerapan dan kajian Tenkologi bukan di KSP. Kenapa tidak pakai Penasehat Utama saja. Ko bisa pakai jabatan Tenaga Ahli Utama yang membutuhkan stadarisasi dan sertifikasi profesi.

Pertanyaannya adalah dimana posisi dan jabatan Ali Moechtar Ngabalin?. Sesuai dengan pernyataan Pak Moeldoko maka Ali Ngabalin sebagai Tenaga Ahli Utama Deputi IV yang saat ini dijabat oleh Eko Sulistyo. Dengan demikian Ngabalin tentu bukan siapa-siapa, tentu anak buah Eko Sulistyo yang sehari-hari bertugas memberi informasi hanya kepada atasannya yaitu Eko Sulistyo sesuai pasal 7 Perpres nomor 26 tahun 2015 tentang KSP. Dalam birokrasi hirarki komando tentu sudah pasti bahwa Ngabalin hanya untuk kepentingan Eko bukan ke Kepala KSP, laporan ke Kepala KSP disampaikan melalui Para Deputi dan juga Staf Khusus jd bukan Tenaga Ahli Utama. Kecuali diminta oleh Kepala KSP.

Sesuai dengan pernyataan kepala KSP Moeldoko bahwa Ngabalin di Deputi IV, maka Ngabalin dilihat dari  Satuan Adminiatrasi Pangkal (SATMINKAL) adalah Staf Deputi IV sehingga sistem administrasi dan penggajian serta tugas rutin hanya melayani Eko Sulistyo sebagaimana tersebut diatas. Tugas ini secara jelas tertulis dalam Pasal 7, Perpres 26 tahun 2015 yaitu Tenaga Ahli Utama bertanggungjawab kepada Deputi. Jadi bukan kepada Kepala KSP.

Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang itulah birokrasi. Dalam
birokrasi semua nomenklatur, struktur, personalia, sistem, sarana-prasarana dan pembiayaan bersifat statis, tetap dan formal dan mengikat dan terencana.

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara maka Sesuai dengan sistem Jabatan dalam undang-undang ASN tersebut, Pak Ngabalin adalah Pegawai Pemerintan non ASN yang direkrut dengan perjanjian kerja untuk masa waktu tertentu yang diswasta adalah PKWT bisa 1 tahun, bisa juga 2 tahu atau maksimal 5 tahun. Tergantung kebutuhan pejabat pemberi kerja. Dalam undang- undang ASN Pak Ngabalin adalah Pegawai Pemerintah  non ASN maka disebut Pegawai Pemerintan dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sistem rekrutmen berdasarkan undang-undang ASN juga harus diumumkan ke publik seperti penerimaan pegawai. Jangan Gede rasa dengan Sebutan jabatan profesional Tenaga Ahli Utama sebagaimana Perpres tentang KSP karena rekrutmennya tetap berdasarkan UU ASN sehingga dianggap sebagai pegawai pemerintah non ASN yang direkrut sebagai tenaga Kontrak yaitu dengan sebutan PPPK. Hanya menjadi berbeda di KSP karena Perpres 26 tahun 2015 menegaskan Tebaga Ahli Utama sebagai jabatan Profesional. Tetapi tidak boleh lupa bahwa dalam sistem administrasi adalah tenaga kontrak atau pegawai pemerintah dengan perjanjian Kerja (PPPK).

Inilah birokrasi, sistem birokrasi adalah sistem yang baku, terus menerus dan sudah menua. Kita bukan mengelola sebuah perusahaan keluarga atau
Partai politik, kelola negara tentu harus terencana dengan kaida-kaida birokrasi. Tidak mudah memberi jabatan di birokrasi, lebih sulit otak atik soal nomenklatur lembaga dan sistem, personel dan juga pembiayaan apalagi ditengah tahun berjalan.

Saya harus jujur katakan bahwa Ali Mochtar Ngabalin bukan Pejabat Negara, Jabatannya hanya melayani Deputi IV. Ali Mochtar Ngabalin yang kawakan itu di Down grade kelasnya, tetapi hanya karena bekerja di lingkungan  istana negara sehingga publik terbawah imajinasi yang begitu wao. Saya yakin Pak Ali Mochtar Ngabalin pasti akan stress karena jangankan ketemu Presiden, ketemu sekelas Pejabat Negara seperti Kepala KSP saja pasti susah. Mungkin bisa saja menjadi sahabat ngerumpi Eko Sulistyo tapi juga sulit bukan karena teman lama, bukan kawan, Chemistry juga tidak ada karena saya mengenal keduanya secara baik. Saya juga tidak yakin Deputi IV KSP Eko Sulityo punya akses bisa ketemu Presiden. Tidak muda, lebih sulit lagi Ngabalin, apalagi hanya tenaga ahli dibawah Deputi IV yg level eselon I.

Apapun ceritanya Ngabalin adalah pegawai yang dikontrak, di honor melalui sistem kontrak sebagai pegawai pemerintah non ASN yang akan terdengar  luar biasa karena urusannya terkait opini publik. Tetapi Ali Mochtar Ngabalin dikasih jabatan menjadi Pegawai dihonor melalui sistem rekrutmen PPPK non PNS(ASN) di deputi IV KSP. Saya tidak akan menyalahkan Ngabalin tetapi para pemberi kerja  dan penasehat yang ada yang katanya profesional dan hebat2.

Saya mengusulkan kepada Kepala KSP dan Sekab Pramono Anung tempatkan Ngabalin sebagai Staf Khusus Kepala KSP atau Staf Khusus Menteri Sekretaris Kabinet. Jangan turunkan kelas dan kapasitas (Down Graded) orang sekelas Ali Mochtar Ngabalin. Janganlah begitu! Dia, Ngabalin itu seorang Intelektual dari Timur, Alumni UI dan punya jam terbang. Ko yang lain diangkat menjadi Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Kepala KSP dan Mensekab tetapi Ngabalin menjadi Stafnya Eko Sulistyo? Dalam konteks birokrasi sangat rendah bangat.

Kecuali KSP menjadi Tim Sukses Presiden dengan konsekuensi KSP dibubarkan, negara tidak biayai, keluar dari lingkungan istana untuk menyiapkan kampanye Pilpres 2019. Tetapi kalau KSP masih lembaga kepresiden maka jabatan Ngabalin tentu tidak elok dibawah Deputi IV.

Bangsa ini milik kita semua, kelola negara tentu harus Profesional dan meritokrasi sistem dalam rekrutmen, jaga juga Marwa birokrasi dan wibawanya karena lembaga-lembaga ini hanya titipan dari rakyat, untuk rakyat dan milik rakyat.

Demikian Kritik Natalius Pigai, Kritikus Pengalaman di birokrasi selama 18 tahun. Lewat JAPRI WA *ZURAID BIMA 25/5/2018

Selasa, 08 Mei 2018

SOROTAN NATALIUS PIGAI TERHADAP KASUS TKA

KEPENTINGAN NASIONAL TERANCAM !.
KABINET JOKOWI MENGABAIKAN ASPEK BARIER DI FREE TRADE MECHANISM (MEKANISME LIBERALISASI) di GATS/WTO.
Oleh: Natalius Pigai - Foto : TRIBUNNEWS.COM

Saya telah lama diam dan tidak berkomentar mengenai Perpres Tenaga Kerja Asing (TKA). Makin lama makin miris, para kaum oposisi berpolemik politik, kaum penguasa berpanggung sandiwara. Seharusnya pemerintah tidak boleh defensif atas kritikan karena demi kebaikan umum (bonum commune), demi negara (et Patria).

Hari ini seantro negeri ini berpolemik serius tentang hadirnya Perpres nomor 20 tahun 2018 tentang Penempatan  Tenaga Kerja Asing (TKA). Kritikan paling menohok dari kelompok oposisi adalah kemudahan dan aksesibilitas bagi pekerja asing untuk mengisi berbagai lapangan kerja yang tersedia di Indonesia. Sementara argumentasi pemerintah terkesan amatir, defensif dan membela diri.

Inti persoalan utama tidak hanya soal petunjuk teknis penempatan TKA yang tertuang dalam Perpres 20 tahun 2018 dan juga petunjuk pelaksanaan melalui peraturan Menteri Tenaga Kerja yang akan dirumuskan, tetapi masalah yang paling substansial adalah menabrak bahkan melampaui, jauh lebih liberal dari prinsip kepentingan bangsa dan negara yang justru tiap negara diberi keleluasaan menentukan hambatan (barier) di dalam perjanjian multilateral melalui general agreement on trade and tariff and Services (GATS) yang dihasilkan dalam putaran Uruguay (Uruguay Round) oleh World Trade Organization (WTO) pada tahun 1994.

Pemerintah perlu pahami bahwa Liberalisasi perdagangan bebas bukan berarti sangat liberal dan dunia tanpa batas (borderles nations) seperti yang digambarkan oleh Kunichi Ohmae. Berdasarkan perjanjian GATS setiap negara diberi kewenangan untuk menentukan kepentingan nasional melalui Tes Kebutuhan Economi (Economic Need Test/ENT). 

Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Perdagangan seharusnya melakukan perdagangan sektor jasa profesi tenaga kerja melalui mekanisme permintaan (request) dan penawaran (offer) dari China sebagai  mekanisme baku yang dihormati dalam perjanjian multilateral yaitu dirumuskan dalam penjanjian resiprokal dan saling pengakuan (Mutual Recognition Agreement/MRA).  Meskipun hampir seluruh mitra dagang Indonesia mempermasalahkan adanya ENT karena dianggap diskriminatif dan berpotensi ke arbitrasi. Sejak awal mitra dagang asing takut jika pemerintah menerapkan ENT tetapi menjadi persoalannya adalah Indonesia juga tidak pernah membuat regulasi yang kuat yang bersifat proteksionisme.

Kalau pemerintah mengikuti mekanisme perdagangan pasar kerja internsional maka sangat mustahil tenaga kerja rendahan dari China bisa masuk ke negara kita. Test kebutuhan ekonomi atau ENT tersebut Sebenarnya ada pembatasan atau barier untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Kedua kementerian baik Kementerian Perdagangan dan juga Kemenaker terkesan tidak nasionalis, tidak mengedepankan kepentingan bangsa Indonesia khususnya angkatan kerja sudah mencapai 130 juta dan penganggur yang tinggi 7,04 juta orang.

Memang, kita mesti mengakui bahwa Indonesia adalah negara pengirim (sending country), China khususnya Hongkong adalah negara penerima (receiving country), namun kebutuhan antara Indonesia dan Hongkong Republik China tentu berbedah, TKI Indonesia mengisi jenis pekerjaan yang tidak disukai oleh angkatan kerja Hongkong/China sebagai pekerja rumah tangga. Sementara Indonesia membuka kesempatan kerja bagi pekerja China justru di sektor formal, industri dan manufaktur yang tentu berpatokan yang membutuhkan kualifikasi standarisasi, sertifikasi profesi dan kompetensi.

Namun persoalannya, kita semua tidak mengetahui bagaimana menguji kompetensi TKA China jika Indonesia tidak menentukan hambatan (barier) khususnya melalui test kebutuhan ekonomi (Economic Need Test) tersebut di atas. pemerintah saat ini terkesan mengelola negara ini secara amatiran, kurang profesional. Padahal mekanisme Request & Offer, Economic Need Test maupun juga MRA dalam liberalisasi perdagangan dunia melalui GATS diperbolehkan adanya  alat filter agar menjaga kepentingan dan wibawa negara. 

Saya menduga perjanjian bilateral yang dibuat pemerintan Indonesia dengan Pemerintah China tidak berdasarkan Mutual Recognition Agreement (MRA) sehingga Indonesia selalu rugi terhadap China, bayangkan TKI di Hongkong hanya bekerja di sektor informal sebagai pekerja rumah tangga, artinya TKI Indonesia kualifikasinya diturunkan (Down-graded) sehingga perlindungan tidak bisa optimal. Berbagai laporan baik oleh kedutaan, asosiasi tenaga kerja juga tenaga kerja itu sendiri telah nyata mengganggu prinsip perdagangan pasar pekerja internasional yaitu: nondiskriminasi (most favourable nations)  dan perlakuan yang sama/ egual (national treatment). Sementara kita memberi peluang besar kepada TKA China untuk bekerja di berbagai posisi dan jabatan bahkan hampir semua Sekmen usaha. Oleh karena itu, pemerintah jangan marah ketika rakyat menuduh Pemerintah Jokowi benar-benar memanjakan China Komunis.

Penempatan Tenaga Kerja dalam sistem perdagangan dunia oleh WTO melalui GATS berdasarkan pasal 1:2 pada putaran Uruguay disebut sebagai perdagangan jasa profesi yang masuk dalam Modalitas pasokan (mode of supply) pada Mode 4 yaitu: menginginkan kedatangan tenaga kerja profesional jasa asing  (movement of natural persons) dengan mempertimbangkan kompetensi khusus. Dalam konteks Ini TKA masuk ke Indonesia tanpa melalui  ENT maka harapan GATS dimana tiap negara saling menguntungkan dan resiprokal melalui transfer sumber daya pengetahuan (resources transfer )tidak akan terjadi bagi bangsa kita. Hal ini kontras dengan paradigma liberalisasi mengalami pergeseran dari kompetitif menjadi resiprokal tersebut agar negara-negara maju termasuk China transfer pengetahuan, ketrampilan dan juga budaya kerja.

Pada saat ini, saya amati, China yang komunis sedang memainkan mekanisme liberalisasi untuk menekan dan menyandera Indonesia. Lihat saja dalam Mode 4 sistem perdagangan jasa berdasarkan GATS ada 4 kategori tekait penempatan tenaga kerja yang disebut temporary labour migration TKA China di Indonesia yaitu:
  1. Intera corporate transfer yaitu perusahaan China yang menanam modal di Indonesia membawa tenaga kerjanya. 
  2. Contractual service suppliers yaitu tenaga kerja berdasarkan order. 
  3. Business Visitors pengusaha asing yang sebagai  pekerja perusahaannya. 
  4. Individual Profesional, Tenaga Kerja yang memiliki kompetensi. 
Oleh karena itu maka wajar jika negara komunis China dengan investasi yang besar justru melakukan penetrasi dengan memainkan dan menekan negara-negara miskin termasuk Indonesia melalui mekanisme liberaliasi.
Catatan penting bagi Presiden adalah karena dalam investasi asing kita pasti lebih lunak pada investor China yang  menawarkan TKA sebagai paket negosiasi mereka, maka sudah seharusnya Presiden memerintahkan Kementerian Tenaga Kerja untuk memasukan Economic Need Test sebagai alat filter untuk dimasukan dalam Rencana Tenaga Kerja Nasional (RTKN) khususnya RTK Mikro terkait demand dan supply TKA. Semoga bermanfaat!

(Natalius Pigai, Staf Khusus Menakertrans 1999-2005, Mantan Peneliti Bidang Migrasi Tenaga Kerja, Kemenakertrans RI. Penulis Buku Migrasi Tenaga Kerja Internaaional, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 2005)