REUNI AKBAR ALUMNI 1989 SMPN 1 SAPE TAHUN 2019 JUMPA KANGEN GENERASI BIRU 1989MERAJUT UKHUWAH, MENYAMBUNG SILATURRAHIM ZELLOVER INDONESIA BEROJENG, BERGEMBIRA & BERAMAL BERSATU DALAM CANDA & TAWA DI UDARA dan DI DARAT

Selasa, 22 Juli 2014

PELAJARAN SATU JUTA DOLAR

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - PELAJARAN SATU JUTA DOLARPetey Parker adalah seorang memberikan dasar-dasar bisnis inti melalui konsultasi dan seminar untuk semua kalangan. Dia membawa sebuah perspektif yang jujur sebagai pengamat, memberikan wawasan strategis, dan membantu perusahaan dalam menemukan solusi akan program dan agenda perusahaan. Berikut adalah ceritanya.. Seorang sopir taxi di Dallas telah mengajarkan saya bagaimana memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan. Sebuah pelajaran seharga satu juta Dollar. Mungkin anda harus mengeluarkan ribuan Dollar untuk membayar seorang keynote atau pembicara profesional dalam sebuah seminar atau pelatihan motivasi untuk karyawan perusahaan. Tapi kali ini saya hanya cukup mengeluarkan ongkos taxi seharga 12 Dollar saja. Berikut ceritanya: Suatu hari saya terbang ke Dallas untuk bertemu seorang klien. Waktu sangat sempit, karena saya harus segera kembali ke airport. Saya menghentikan sebuah taxi. Begitu berhenti, dengan segera sopir taxi membuka pintu mobil untuk saya, dan memastikan bahwa saya telah duduk dengan nyaman di dalamnya. Begitu saya duduk di belakang kemudi, dia menunjuk sebuah koran Wall Street Journal yang terlipat rapi di samping saya untuk dibaca. Kemudian dia menawarkan beberapa kaset, dan menanyakan jenis musik apa yang saya sukai. “Wow,” saya cukup terperanjat dengan pelayanannya. Saya menoleh ke sekeliling. Mungkin ada program “Candid Camera” yang ingin menjebak dan mengolok-olok saya. Dengan penasaran saya memberanikan bertanya pada sopir taxi itu, “Wah, k....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

CALON RAJA

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - CALON RAJADahulu kala, ada seorang raja di daerah Timur yang sudah tua. Ia menyadari bahwa sudah dekat saatnya ia mencari pewaris kerajaannya. Ia tidak mewariskan kerajaannya itu kepada salah satu dari bawahannya ataupun anaknya, tetapi ia memutuskan untuk melakukan sesuatu hal yang berbeda. Ia memanggil seluruh anak muda di seluruh kerajaannya. Ia berkata, "Sudah saatnya bagiku untuk mengundurkan diri dan memilih raja yang baru. Aku memutuskan untuk memilih salah satu di antara kalian." Anak-anak muda itu terkejut! Tetapi raja melanjutkan,"Aku akan memberikan kalian masing-masing satu bibit hari ini. Satu bibit saja. Bibit ini sangat istimewa. Aku ingin kalian pulang, menanamnya, merawatnya dan kembali ke sini lagi tepat 1 tahun dari hari ini dengan membawa hasil dari bibit yang kuberikan hari ini. Kemudian aku akan menilai hasil yang kalian bawa, dan seseorang yang aku pilih akan menjadi raja negeri ini!" Ada seorang anak muda yang bernama Ling yang berada di sana pada hari itu dan ia, seperti yang lainnya, menerima bibit itu. Ia pulang ke rumah dan dengan antusias memberitahu ibunya tentang apa yang terjadi. Ibunya membantu Ling menyediakan pot dan tanah untuk bercocok tanam, dan Ling menanam bibit itu kemudian menyiraminya dengan hati-hati. Setiap hari ia selalu menyirami, merawat bibit itu, dan mengamati apakah bibit itu tumbuh. Setelah beberapa minggu, beberapa dari anak muda itu mulai membicarakan mengenai bibit mereka dan tanaman yang telah mulai tumbuh. Ling pulang ke ruma....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Senin, 21 Juli 2014

PENGGALANGAN DANA PEDULI PALESTINA

Masyarakat Muslim Dompu Nusa Tenggara Barat Indonesia Peduli Palestina Dengan Menggalang Dana Bantuan Untuk Palestina Sebagai Wujud Kepedulian Atas Penderitaan Muslim Gaza-Palestina akibat Agresi Militer Israel






SURAT CINTA PUTRA SANG BIMA


Kepada yang terhormat dan yang dihormati, Bapak Drs. H. Syafruddin HM Nor, M.Pd, Bupati Bima – NTB.
Perkenalkan saya adalah warga Dana Mbojo, saya lebih senang menyebut Warga Dana Mbojo karena tidak ingin mengklaim diri dalam dikotomi wilayah administrasi yang terlanjur dipecah sedemikian rupa. Saya hanyalah warga biasa yang dengan rela memberi ruang pada diri untuk mengamati berbagai dinamika Dana Mbojo ini dengan objektif. Saya bukan partisipan partai politik atau bagian dari sistim pemerintahan yang Bapak Pimpin. Saya hanyalah salah seorang dari ribuan warga yang Bapak pimpin yang (mungkin) memberanikan diri menulis surat terbuka ini.

Bapak Bupati yang saya banggakan,
Rakyat Bima hari ini sesungguhnya belum mampu mencapai titik kesejahteraan ‘Masyarakat Madani’ yang digaungkan dalam berbagai seminar yang dilaksanakan selama ini. Yang menurut saya adalah kesejahteraan yang berbasis pada hidup yang patut dan layak. Patut, berarti pantas. Layak, berarti memenuhi standar nilai. Secara social-budaya, Kami warga biasa yang hidup pantas dan layak adalah yang mampu memiliki kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, pangan, pekerjaan. Sehingga rakyat Bapak dapat meningkatkaneksistensinya sebagai makhluk sosial yang merdeka, mandiri dan berperadaban tinggi.

Saya melihatnya dari pojok ke pojok, lorong ke lorong di daerah yang Bapak pimpin ini (Bima), semestinya kami sebagai Warga Dana Mbojo sudah mampu menciptakan perubahan yang mendasar dan penting demi terciptanya masyarakat yang ‘Madani’ itu sendiri, ternyata kami harus mengakui bahwa kami masih ‘kurang cerdas’ dan peduli untuk mewujudkan cita-cita kolektif seperti yang dikandung dalam Undang-Undang Dasar 1945, karena sesungguhnya kami butuh Teladan, Bukan sekedar Tokoh. Demikian pula dengan Aparatur pemerintah Kabupaten Bima yang Bapak Bawahi, belum sepenuhnya memiliki etos kerja sebagai pelayan yang baik. Padahal, kami sebagai rakyat adalah “juragan” atau “majikan” tertinggi, karena kami adalah pemilik sah kedaulatan di Negeri ini.

Bapak Bupati yang selalu saya hargai,  
Politik di Dana Mbojo ini nampaknya semakin jauh dari niat untuk melakukan ‘penebusan’ penderitaan rakyat. Rakyat biasa seperti kami pun tak gentar lagi oleh politik, karena tidak sepenuhnya dijadikan subyek yang aspiratif, yang nasibnya diperjuangkan. Berkoar “membela rakyat dan Negara” yang dilantunkan para politisi selama ini, tak lebih dari jingleiklan ‘pepesan kosong’, dimana Kami sebagai rakyat biasa cenderung diposisikan sebagai konsumen.

Jujur harus diakui Bapak Bupati, bahwa berbagai peristiwa politik tampak gegap gempita yang diperankan oleh pengusaha, makelar politik, para jawara kekuasaan, komentator politik dan media massa, membuat Kami rakyat di Negeri (Bima) ini sudah tak peduli. Kami cenderung memilih berjuang mengatasi ‘kubangan Lumpur’ penderitaan yang naik hingga kepala kami. Nampaknya dimata kepala kami, politisi di daerah ini belum memiliki pemahaman seperti sastrawan. Seperti yang diutarakan oleh Faruk HT dalam majalah Horison 1993 yang pernah saya baca belasan tahun yang lali, bahwa sastra merupakan jalan ‘penebusan’ terhadap dunia yang tidak lagi utuh. Dengan kekuatan imajinasinya, sastrawan melakukan ‘penebusan’ secara estetik untuk membangun dunia utuh kembali.

Analogi ini harusnya digunakan juga oleh para Politisi di Bumi Manggusuwaru ini sebagai “penebusan”. Bukankah Politik dan Sastra itu adalah sama-sama bermakna “Seni Mempengaruhi” ??

Bapak Bupati yang saya Banggakan lagi.
Katanya teman-teman saya yang pernah duduk di bangku kuliah jurusan Politik, bahwa dunia politik merupakan seluruh tindakan dan pengorbanan para pelaku politik untuk memuliakan rakyat; menjamin dan mewujudkan hak-hak rakyat secara social, politik, ekonomi, dan budaya. Lama saya berpikir, Pak. Kemudian saya berkesimpulan bahwa seharusnya para  politisi kita saat ini harus memiliki, Komitmen, Integritas dan Kapabilitas untuk menjadi Politisi yang sesungguhnya. Kalau pun hal itu tidak dimiliki, saya sebagai warga Dana Mbojo biasa akan berani mengatakan bahwa mereka (yang seperti itu) Bukanlah politisi tapi ‘pedagang retorika’. 

Bapak Bupati yang dicintai oleh Warga,
Saya tak sengaja menemukan lembaran kertas yang bukunya tidak tahu dimana. Dalam satu lembar itu ada kalimat yang menyatakan bahwa, Berpolitik tanpa “penebusan Dosa Sosial” adalah politik tanpa prinsip kebenaran. Lalu saya ingat-ingat kenangan diskusi dengan kawan-kawan LIPI yang tak sengaja duduk meneguk kopi dipojokan terminal Kota. Mereka bilang bahwa Mahatma Gandhi (1869-1948) pernah mengatakan dengan tegas bahwa banyak para Politisi yang terjangkiti oleh Dosa social dalam terminology nilai (etika, moral, norma, dan hukum). Dosa sosial menurut pemahaman saya sebagai Warga Dana Mbojo biasa, merupakan ‘buah’ dari tindakan menyimpang atas nilai-nilai sosial atau nilai-nilai hidup bersama yang berakibat pada terganggunya keselarasan sosial.

Terkait dengan hal itu, Bapak Bupati yang baik hati, lagi-lagi menurut saya sebagai WargaDana Mbojo biasa, bahwa Politik tanpa prinsip-prinsip nilai etika, moral, norma dan hukum dalam ranah sosial social adalah Politik yang cenderung melahirkan kekuasaan yang korup. Sehingga memunculkan disharmonisasi social dan disorientasi cultural yang ditandai oleh ketidakadilan, hancurnya karakter dan identitas ke-Bima-an kita. Politik tanpa prinsip ini akan mengingkari hakikat politik itu sendiri, dimana politik semestinya dipahami sebagai media kekuasaan dan wahana budaya untuk mengelola tata-kekuasaan, tata kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat untuk mencapai peradaban yang bermartabat tinggi. Namun bila dijalankan tanpa prinsip, Politik akhirnya tereduksi menjadi alat atau unsur memperoleh kekuasaan tanpa amanah. Sehingga kesan kami Warga Dana Mbojobiasa, bahwa akhirnya Politik di Negeri kita ini menjadi komoditas yang hanya semata-mata menjadi ‘dagangan’ murah.

Bapak Bupati yang terhormat,
Kami takut ‘Dosa social’ ini melahirkan pragmatisme politik yang bermuara pada penguasaan atas materi. Politik pun akhirnya menjadi “industri” dan “perniagaan” yang selalu dijunjung tinggi seperti fakta yang terjadi saat ini. Kami melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa fenomena ini mengemuka pada Pilcaleg yang lalu, Bapak Bupati. Dimana “ketebalan kantung” menjadi ukuran penting. Hal ini hangat kok dibicarakan ditengah warga kita, Bapak Bupati.

Saya selaku Warga Dana Mbojo khawatir, Bapak Bupati. Kedepannya, daerah Bima kita ini akhirnya kehilangan fungsi-fungsi politiknya sebagai penganyom masyarakat. Daerah yang Bapak pimpin ini akan menjadi tidak lebih dari “perusahaan” dimana rakyat menjadi komoditas. Partai politik pun akhirnya menjadi “perseroan terbatas” dan Birokrasi Pemerintahan pun menjadi Perantara ‘Perdagangan’ ini.

Saya sebagai Warga Dana Mbojo biasa, sangat mengkhawatirkan kondisi ini dalam sisa 1 tahun masa jabatan Bapak H. Syafru sebagai Bupati Bima saat ini. Ketika partai-partai politik dan lembaga legislative yang menduduki kursi wakil Rakyat disana, tidak bisa lagi diharapkan untuk memperjuangkan kehidupan rakyat. Maka, rakyat akan “merebut dirinya” sendiri untuk menjadi subjek perubahan dengan cara yang menurut rakyat benar. Jika sudah demikian, saya khawatir, sebagian dari kami, Warga Dana Mbojo biasa tak bisa lagi membangun kemandirian politik, membangun karakter, melakukan tindakan-tindakan kritis dan cerdas sehingga tidak gampang dijadikan objek eksploitasi politik semata.

Kini, harta kami yang tertinggi hanyalah legitimasi politik. Kami semestinya bisa membangunbargaining position dengan tidak menjual murah legitimasi politik kami kepada para saudagar politik. Namun untuk saat ini kami mengaku Khilaf karena ‘Kata Kesejahteraan’ itu hanyalah ‘lipstik’ di mimbar Pidato para penguasa saja. Kami dituduh sebagai Pelaku politik uang, hal ini karena elite politik mapun elit pemerintahan yang Bapak Bupati pimpin itu tak bisa melakukan “puasa politik”. Sesungguhnya bila kami ingin marah, habislah sudah Negeri ini. Bisa apa mereka tanpa legitimasi dari Kami?

Bapak Bupati Yang (termasuk) Saya Cintai,
Surat ini sesungguhnya terlalu dini untuk saya kirim mewakili ratusan ribu warga yang Bapak Pimpin. Tetapi, 1 tahun sisa masa jabatan Bapak sebagai Bupati Bima sangatlah singkat untuk merombak pola politik yang sudah ter-stigma di Bumi Dana Mbari ini. Tentu ini tidaklah mudah untuk dilaksanakan oleh Bapak sendiri beserta Aparatur Pemerintah bawahan Bapak. Bapak butuh legitimasi kami sebagai Warga Dana Mbojo biasa yang menginginkan perubahan yang nyata, perubahan yang terukur dan perubahan yang strategis.

Bapak Bupati yang akan dirindukan oleh Warga,
Kenapa surat saya isinya tentang Politik ?? karena Amanah yang Bapak pikul sebagai Bupati saat ini adalah jabatan Politik. Bapak juga berasal dari Partai Politik meskipun Bapak lebih banyak berlaku sebagai Pengusaha. Kini istri Bapak juga memenangkan kontes Politik dalam Pilcaleg beberapa bulan yang lalu dan akan menjabat sebagai Anggota DPRD dirumah Megah kami itu. Beberapa kolega Bapak juga adalah Politisi dan bila Bapak berniat untuk merebut kembali Kursi yang Bapak duduki saat ini (Kursi Bupati) tentu harus melalui jalur politik juga bukan? Makanya surat ini saya tulis mewakili Warga Dana Mbojo biasa yang menginginkan Politik di Dana Mbojo ini memiliki spirit profetik (saya meminjam istilahnya Kuntowijoyo) yang berfungsi dalam membebaskan dan memuliakan manusia (Baca: Warga seperti kami) secara eksistensial.

Bapak Bupati Yang Disayangi Oleh Umat & Tuhan,
Tepat 1 tahun yang akan datang, bila Bapak Bupati saat ini mencalonkan diri kembali, mungkin sebagian dari kami akan memilih Bapak. Tetapi sebagian lagi dari kami akan memilih sosok lain yang akan menjadi pesaing Bapak nanti. Bisa saja nanti yang akan memilih Bapak itu sedikit dan yang memilih sosok lain lebih banyak, atau bisa saja sebaliknya. Tergantung cara Bapak sebagai Pejabat Politik memahami isi hati kami dalam 1 tahun sisa jabatan Bapak ini. Tergantung pula dari apa yang Bapak lakukan saat-saat ini sebagai kenangan atau kisah Indah kami yang akan kami ingat selalu dan (mungkin) hingga dibalik bilik suara nanti. Bapak lebih pahamlah, karena kami sebagai Warga Dana Mbojotidak saja tinggal dibagian barat wilayah yang Bapak pimpin ini, tetapi kami menyebar di selatan, utara dan timur. Tentu kami berbeda dalam mencita-citakan sesuatu, namun yang pasti, kami kan memilih Pemimpin yang sama, nantinya.

Bapak Bupati Yang Begitu Gagah Dengan Lecana Yang Tergantung Di Dada Kiri
Sebagai Penutup isi surat ini, saya suguhkan potongan Materi si Abdur, peserta Stand Up Comedy Kompastv dengan judul 'Orasi dari Timur' beberapa waktu yang lalu. "Sudah 16 Tahun kita tertatih dalam Reformasi, Ditipu oleh para Politisi yang katanya memberikan Bukti bukan Janji. Tetapi begitu ada tangisan seorang minor dipelosok negeri, mereka sibuk mencari KOALISI bukan SOLUSI...!!!". Abdur ini adalah Peserta Stand up Comedy dari flores Timur yang dengan lantang menyuarakan suara Minor. Namun tetap saja tidak meraih juara 1, mungkin karena ia seorang dari Timur yang tidak dekat dengan wilayah kekuasaan (jakarta). Sama seperti saya yang tidak dekat dengan para Penguasa yang dekat dengan Bapak Bupati.... Aduh Mama Sayangeeeee........ 


Mungkin sekian dulu isi surat terbuka yang tak penting ini, Surat ini saya tulis di hari pertama dalam hitungan sisa 1 tahun masa jabatan Bapak. Bila Bapak tidak berkenan, anggap saja surat ini hanyalah curhatan saya dengan layar monitor. Bila pun Bapak merasa ini bagian dari visi misi Bapak, tak perlu Bapak balas dan umbar-umbar dimedia cetak, media sosial apalagi media televise. Cukup Bapak ‘petik’ saja untuk menjadi catatan (yang mungkin) memiliki arti disaatnya nanti. Mohon maaf bila ada kata-kata yang tak berkenan, maklum, saya sendiri hanyalah Warga Biasa di Dana Mbojo yang sedang belajar menulis surat yang tak biasa untuk Tanah Air saya (Bima) yang Luar Biasa ini.

----------------- 
Hormat Saya
Dari Warga Dana Mbojo yang tak pernah sekalipun berjabat tangan dengan mu.

https://www.facebook.com/ranggababuju
-------------------
Dari Jauh di Tanah Sasak, 20 Juli 2014, Surat ini terkirim.

Minggu, 20 Juli 2014

REKAPITULASI PEROLEHAN SUARA PILPRES 2014

Data Scan C1, DA1,DB1 dan DC1 Yang Telah Masuk ke KPU RI sudah mencapai 95% dan saya mencoba mengkalkulasi dan mendapatkan hasil sebagai berikut :
Perolahan Suara Sah Masing-Masing Pasangan Calon Presiden :
Prabowo - Hatta Rajasa                        : 55.411.005    47,83 %
Jokowidodo - Muh. Jusuf Kalla            : 60.434.470    52,17 %