'MINIM ANGGARAN DAN MINIM OTORITAS, PROGRAM MASIH STAGNAN DIPUSAT'
Oleh : Ristadi *
Oktober 2016 ini sudah 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK berjalan. Berbagai persoalan disegala bidang dari bidang politik, keamanan, hukum, energi nasional, sumber daya alam dan ekonomi yang didalamnya mencakup bidang ketenagakerjaan masih memerlukan penanganan yang lebih serius.
Garis besar persoalan ketenagakerjaan Indonesia adalah : 1. Kondisi sebelum bekerja, masih tingginya angka pengangguran, rendahnya kompetensi, ketidaksesuaian antara kompetensi dg kebutuhan riil dunia industri, 2. Kondisi slama bekerja, masih rendahnya jaminan perlindungan hukum, hak2 normatif dan kesejahteraan, ancaman PHK, 3. Kondisi setelah bekerja, ketidaksiapan berwiraswasta/mandiri, 4. Perlindungan TKI dan meluasnya TKA.
Harus diakui, kondisi ketenagakerjaan Indonesia masih belum cukup baik. Berdasarkan Sakernas (survey angkatan kerja nasional) Februari 2015 pengangguran masih bercokol diangka 7,45 juta (5,81 persen). Sekalipun dalam TPT (tingkat pengangguran terbuka) Februari 2015 sebesar 5,81 persen lebih rendah dari Agustus 2014 sebesar 5,94 persen. Namun angka penganggur pada posisi Februari 2015 sebesar 7,45 juta masih lebih tinggi dari angka penganggur Agustus 2014 sebesar 7,24 juta. Dengan demikian, maka masalah utama ketenagakerjaan di Indonesia adalah salah satunya masih tingginya angka penganggur, masih di atas 7 juta, bahkan lebih tinggi dari seluruh penduduk Singapura berjumlah 5,4 juta orang, apalagi Brunei hanya sebanyak 0,422 juta orang. Hal ini diperparah dengan kondisi rendahnya kompetensi/keahlian sesuai kebutuhan riil dunia industri.
Keluhan kondisi bagi angkatan kerja yang bekerja pun masih tinggi. Misalnya ketidakpastian ikatan kerja (kontrak), banyak pengusaha tdk melaksanakan hak normatif pekerja seperti upah dan jaminan sosial. Kebebasan berserikatpun masih dikeluhkan, meski aturanya melalui UU 21/2000 ttg kebebasan berserikat sdh dianggap baik, tapi dalam prakteknya masih banyak terjadi pelanggaran2.
Janji Jokowi 'upah layak, kerja layak dan hidup layak' sebagai bagian tujuan nawacita diterjemahkan oleh menteri tenaga kerja dengan menetapkan Nawa Kerja sbb : (1) Penguatan Perencanaan Tenaga Kerja Nasional, (2) Percepatan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja, (3) Percepatan Sertifikasi Profesi, (4) Perluasan Kesempatan Kerja Formal, (5) Penguatan Wirausaha Produktif, (6) Penciptaan Hubungan Industrial yang Sehat dan Produktif, (7) Penegakan Hukum Ketenagakerjaan, (8) Peningkatan Perlindungan Pekerja Migran, (9) Pelayanan Ketenagakerjaan Sederhana, Transparan dan Akuntabel.
Jika diamati dari nawa kerja tsb lbh fokus utk bagaimana meningkatkan kompetensi untuk mengurangi pengangguran.
Lalu bagaimana implementasi nawa kerja tsb slama 2 tahun ini??? Kliatannya tdk mulus, sbb membutuhkan plafon anggaran cukup, komitmen para pejabat kemenaker dan alur koordinasi dg daerah2.
Plot APBN 2016 utk kementrian ketenagakerjaan sekitar 3,8 Triliun. Nilai tsb hanya sekitar 0,19% dari total kebutuhan blanja negara dalam APBN sekitar 2,093 Triliun. Sangat sedikit, padahal kementrian ini menjadi salah satu ujung tombak utk memerangi pengangguran. Sempat mendapat dana tambahan skitar 508 Milyar pada 2015, tapi pada 2016 Jokowi kluarkan inpres no 3/2016 ttg penghematan anggaran. Krn APBN masih defisit sekitar 273 Triliun. Dan kemenaker kena jatah harus hemat sekitar 488 Milyar. Artinya tambahan anggaran 2015 ditarik kembali. Jadi soal anggaran ini pasti akan mengganggu operasional program kerja.
Problem lain adalah soal desentralisasi kewenangan sbg akibat otonomi daerah. Ini juga menjadi hambatan pusat seperti tdk punya otoritas memberikan printah ke daerah untuk memaksa spy program pusat juga dilaksanakan di daerah. Kasus menaker sidak TKA adalah bukti, daerah tdk bisa diprintah serta merta sehingga pusat terpaksa turun langsung.
Soal koordinasi dg daerah ini penting dicermati, sbb kemenaker sdh menetapkan alur peran/fungsi pusat dan daerah untuk sukseskan nawa kerja ini.
1. Penguatan Perencanaan Tenaga Kerja Nasional, yang menjadi tanggung jawab Kepala Barenbang, dan dilaksanakan oleh SKPD Ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota. Hasilnya berupa perencanaan tenaga kerja yang memuat rumusan kebijakan, program dan sistem informatika ketenagakerjaan.
2. Percepatan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja, yang menjadi tanggung jawab Dirjen Binalattas, dan dibantu oleh SKPD Ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
3. Percepatan Sertifikasi Profesi, yang menjadi tanggung jawab Dirjen Binalattas, dan dilaksanakan oleh SKPD Ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
4. Perluasan Kesempatan Kerja Formal, yang menjadi tanggung jawab Dirjen Bina Pentasker, dan dilaksanakan oleh SKPD Ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
5. Perluasan Wirausaha Produktif, yang menjadi tanggung jawab Dirjen Bina Pentasker, dan dilaksanakan oleh SKPD Ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten /kota.
6. Penciptaan Hubungan Industrial Yang Sehat dan Produktif, yang menjadi tanggung jawab Dirjen PHI dan JSTK, dan dilaksanakan oleh SKPD Ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
7. Penegakan Hukum Ketenagakerjaan, yang menjadi tanggung jawab Dirjen PPK dan K3, dan dilaksanakan oleh SKPD Ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
8. Peningkatan Perlindungan Pekerja Migran, yang menjadi tanggung jawab Dirjen PPK dan K3, dan dilaksanakan oleh SKPD Ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
9. Pelayanan Ketenagakerjaan Sederhana, Transparan dan Akuntabel, yang menjadi tanggung jawab Sekjen dan Irjen, dan dilaksanakan oleh Unit Eselon I Teknis Terkait, UPTP, dan SKPD Ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
Upaya2 meningkatkan kompetensi dg meningkatkan fungsi BLK (balai latihan kerja) didaerah memang terus digalakan. Tapi hasilnya belum maksimal. Perluasan kesempatan kerja dg kerjasama lintas kementrian/badan sprt kementrian perindustrian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) menjadi pilihan strategis, sbb pengangguran tdk bisa diatasi sendirian oleh kemenaker.
Memberikan berbagai kemudahan kepada pengusaha untuk meningkatkan menanam atau meningkatkan investasi melalui berbagai paket kebijakan ekonomi adalah grand desain mengurangi pengangguran dan meningkatkan kapasitas ekonomi nasional.
Namun memang ada satu paket kebijakan ekonomi yaitu tentang pengaturan pengupahan yang ditentang oleh sebagian serikat pekerja, dan memicu gelombang demosntrasi. Dan sampai sekarang belum ada titik temu kesepahaman.
Kembali ke soal alur koordinasi nawa kerja, evaluasinya adalah sampai 2 tahun ini belum sampai maksimal ke daerah2. Sehingga kerja bidang ketenagakerjaan didaerah2 kebanyakan sprt tdk terintegrasi dg pusat. Inilah menjadi salah satu sebab masih maraknya pelanggaran2 ketenagakerjaan kita jumpai didaerah2.
* Ketua Umum KSPN dan Anggota Tripartit Nasional.