 |
ZURAID, SE |
Kebijakan makan gratis di Indonesia perlu dipertimbangkan dari berbagai aspek, termasuk kelayakan ekonomi, dampak sosial, dan implementasi praktis. Berikut analisis singkat :
Pro : Mengatasi Gizi Buruk: Indonesia masih menghadapi masalah stunting (sekitar 24% anak di bawah 5 tahun pada 2022). Makan gratis di sekolah atau komunitas dapat meningkatkan asupan gizi anak-anak, terutama dari keluarga miskin. Peningkatan Pendidikan: Anak-anak yang mendapat makanan bergizi cenderung memiliki konsentrasi dan prestasi belajar lebih baik, serta angka putus sekolah yang lebih rendah. Stimulus Ekonomi Lokal: Program ini bisa mendorong produksi pangan lokal, seperti membeli bahan makanan dari petani atau UMKM, sehingga menggerakkan ekonomi.
Kontra : Beban Anggaran: Biaya program makan gratis sangat besar. Misalnya, jika menargetkan 80 juta anak sekolah dengan biaya Rp15.000/hari, anggaran tahunan bisa mencapai Rp. 24 triliun. Ini membebani APBN, terutama dengan defisit fiskal yang masih tinggi.
Tantangan Logistik : Distribusi makanan ke daerah terpencil, seperti di Papua atau NTT, menghadapi kendala infrastruktur dan risiko korupsi dalam pengelolaan dana.
Prioritas Lain : Dana besar mungkin lebih efektif dialokasikan untuk infrastruktur kesehatan, pendidikan, atau subsidi energi, yang dampaknya lebih luas.
Konteks Saat Ini (2025) : Indonesia sedang fokus pada pemulihan ekonomi pasca pandemi dan transisi ke IKN. Anggaran negara terbatas, dengan utang publik yang perlu dikelola. Inflasi pangan global dan ketergantungan impor bahan pangan (beras, gula) bisa memperumit penyediaan makanan murah dan berkualitas.
Program serupa, seperti bantuan pangan beras atau Program Keluarga Harapan (PKH), sudah ada, tetapi sering terkendala distribusi dan korupsi.
Kesimpulan: Kebijakan makan gratis secara teori sangat bermanfaat, terutama untuk gizi anak dan pendidikan. Namun, di tengah keterbatasan anggaran dan tantangan logistik, implementasinya saat ini kurang realistis secara nasional. Alternatif yang lebih tepat adalah memperkuat program yang sudah ada (seperti PKH atau bantuan pangan lokal) atau menguji coba makan gratis dalam skala kecil di daerah dengan tingkat stunting tinggi, sambil memperbaiki infrastruktur dan tata kelola. Jika diterapkan, kebijakan ini harus dirancang dengan targeting yang ketat, transparansi, dan melibatkan pangan lokal untuk efisiensi. Dan yang tidak kalah penting dalam mensukseskan Program ini adalah basmi koruptor dengan Undang-Undang Perampasan Aset.
Semoga dalam Kepemimpinan Pak PRABOWO SUBIANTO bisa terwujud. (Grok : ZURAID, SE-KZI'2025)