REUNI AKBAR ALUMNI 1989 SMPN 1 SAPE TAHUN 2019 JUMPA KANGEN GENERASI BIRU 1989MERAJUT UKHUWAH, MENYAMBUNG SILATURRAHIM ZELLOVER INDONESIA BEROJENG, BERGEMBIRA & BERAMAL BERSATU DALAM CANDA & TAWA DI UDARA dan DI DARAT

Jumat, 30 Mei 2025

FENOMENA GUBERNUR JAWA BARAT "DEDI MULYADI"


Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat sejak 20 Februari 2025, menjadi fenomena di Indonesia karena gaya kepemimpinannya yang kontro versial, aktif di media sosial, dan kebijakan-kebijakan yang memicu pro-kontra. 
Berikut adalah ringkasan fenomena Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berdasarkan informasi terkini:

1. Gaya Kepemimpinan dan Keaktifan di Media Sosial
  • "Gubernur Konten": Dedi dikenal aktif di platform seperti Instagram dan tiktok @dedimulyadi71, 3 juta pengikut) dan channel YouTube (@kangdedimulyadichannel, 7 juta subscriber), dengan ribuan unggahan. Beliau sering membagikan momen blusukan, dialog dengan warga, hingga konten emosional atau jenaka, yang membuatnya dijuluki "Gubernur Konten" oleh Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud.
  • Dampak Media Sosial: Keaktifannya mengurangi anggaran iklan Pemprov Jabar, namun juga memicu kritik karena beberapa konten dianggap "settingan". Contohnya, video dialog dengan remaja bernama Aura Cinta soal larangan wisuda sekolah, yang viral namun diduga terstuktur.
  • Kontroversi Konten: Ucapan Dedi seperti “miskin jangan sok kaya” dalam debat dengan Aura Cinta memicu pro-kontra. Sebagian besar masyarakat Jawa Barat mendukung ketegasannya, sementara lainnya menganggapnya merendahkan.
2. Kebijakan Kontroversial
  • Siswa Nakal ke Barak Militer: Dedi Mulyadi mengirim pelajar bermasalah (terlibat tawuran atau geng motor) ke barak TNI/Polri untuk pendidikan karakter, dimulai 2 Mei 2025. Kebijakan ini didukung orangtua, tetapi dikritik elite politik dan DPR karena dianggap solusi instan dan berpotensi berdampak psikologis negatif.
  • Larangan Wisuda dan Perpisahan Sekolah: Dedi Mulyadi melarang wisuda TK hingga SMA dan kegiatan perpisahan di luar sekolah, dengan alasan mengurangi beban finansial keluarga. Kebijakan ini memicu kritik, seperti dari remaja Aura Cinta, yang menyoroti kesenjangan ekonomi. Dedi Mulyadi bersikukuh tidak mengubah keputusan ini.
  • Penghentian Dana Hibah Yayasan Pendidikan: Dedi Mulyadi hentikan dana hibah untuk yayasan pendidikan, termasuk berbasis agama, karena banyak penyelewengan. BeIiau menjanjikan bantuan pendidikan ke sekolah swasta yang jelas lokasinya, sambil memverifikasi institusi.
  • Penggusuran dan Konflik Lahan: Kebijakan penggusuran di bantaran kali (seperti di Tambun Utara) dan penanganan sengketa tanah/lahan (misalnya SMAN 1 Bandung dan Sukahaji) menuai kritik. Dedi Mulyadi berupaya mencari solusi seperti bantuan kontrakan,, dana kerohiman, namun tetap dianggap kontroversial.
3. Kontroversi dan Ancaman
  • Ancaman Pembunuhan: Dedi Mulyadi kerap menerima ancaman, termasuk pembunuhan via media sosial (akun "Wowo dan Dedi Mulyadi sesat!") pada April 2025, bahkan ancaman bom bunuh diri. Polda Jabar menyelidiki, dan Dedi Mulyadi menyebut ancaman sebagai risiko kepemimpinan.
  • Ultimatum Ormas: Dedi Mulyadi diultimatum oleh GRIB Jaya, namun ia menolak menanggapi ancaman dan hanya menerima kritik yang membangun kesejahteraan rakyat.
  • Kontroversi Pajak Kendaraan: Mobil Lexus Dedi sempat viral karena nunggak pajak, tetapi masalah diselesaikan dengan mutasi pelat nomor ke Jawa Barat pada 25 April 2025.
4. Dukungan dan Kritik
  • Dukungan: Dedi didukung sebagian rakyat Jabar, terutama karena pendekatannya yang dekat dengan masyarakat, seperti blusukan dan menangani isu premanisme. Ia juga mendapat dukungan dalam kasus eks pemain sirkus OCI yang meminta bantuan untuk kasus HAM.
  • Kritik: Elite politik, DPR, dan aktivis mengkritik kebijakannya, seperti pengiriman siswa ke barak militer dan larangan wisuda SLTA, karena dianggap kurang tepat atau tidak menyelesaikan akar masalah.
  • Pandangan Kultural: Sebagian melihat Dedi Mulyadi sebagai pemimpin visioner yang mengusung nilai-nilai kearifan lokal seperti "Wangsit Siliwangi" untuk membangun "Pajajaran baru", namun ini juga dianggap berisiko sentralistik.
5. Pandangan Publik dan Media
  • Pro-Kontra: Media sosial memper lihatkan polarisasi. Sebagian memuji Dedi karena tegas dan autentik, sementara lainnya menganggapnya mencari sensasi atau otoriter.
  • Sentuhan Hiburan: Ada yang melihat Dedi Mulyadi seperti mengelola "reality show" Jawa Barat, mengekspos masalah sekaligus menghibur, meski diharapkan solusinya nyata.
Kesimpulan
Fenomena Bapak Aing Dedi Mulyadi mencerminkan kombinasi antara kepemimpinan populis, keaktifan digital, dan kebijakan tegas yang memicu polarisasi. BeIiau berhasil menarik perhatian publik dengan pendekatan langsung dan konten media sosial, tetapi juga menghadapi tantangan berupa kritik, ancaman, dan tuduhan "settingan". Kebijakan nya, seperti pengiriman siswa ke barak militer dan larangan wisuda, menunjukkan visi pendidikan karakter dan efisiensi, namun sering dianggap kontroversial karena pendekatan yang dianggap instan atau kurang inklusif. (GROK-3/ZURAID, SE)

Senin, 28 April 2025

Kebijakan Pemerintah Makan Bergizi Gratis Tepatkah Dilakukan di Indonesia ?

ZURAID, SE

Kebijakan makan gratis di Indonesia perlu dipertimbangkan dari berbagai aspek, termasuk kelayakan ekonomi, dampak sosial, dan implementasi praktis. Berikut analisis singkat :

Pro : Mengatasi Gizi Buruk: Indonesia masih menghadapi masalah stunting (sekitar 24% anak di bawah 5 tahun pada 2022). Makan gratis di sekolah atau komunitas dapat meningkatkan asupan gizi anak-anak, terutama dari keluarga miskin. Peningkatan Pendidikan: Anak-anak yang mendapat makanan bergizi cenderung memiliki konsentrasi dan prestasi belajar lebih baik, serta angka putus sekolah yang lebih rendah. Stimulus Ekonomi Lokal: Program ini bisa mendorong produksi pangan lokal, seperti membeli bahan makanan dari petani atau UMKM, sehingga menggerakkan ekonomi.

Kontra : Beban Anggaran: Biaya program makan gratis sangat besar. Misalnya, jika menargetkan 80 juta anak sekolah dengan biaya Rp15.000/hari, anggaran tahunan bisa mencapai Rp. 24 triliun. Ini membebani APBN, terutama dengan defisit fiskal yang masih tinggi. 

Tantangan Logistik : Distribusi makanan ke daerah terpencil, seperti di Papua atau NTT, menghadapi kendala infrastruktur dan risiko korupsi dalam pengelolaan dana. 

Prioritas Lain : Dana besar mungkin lebih efektif dialokasikan untuk infrastruktur kesehatan, pendidikan, atau subsidi energi, yang dampaknya lebih luas. 

Konteks Saat Ini (2025) : Indonesia sedang fokus pada pemulihan ekonomi pasca pandemi dan transisi ke IKN. Anggaran negara terbatas, dengan utang publik yang perlu dikelola. Inflasi pangan global dan ketergantungan impor bahan pangan (beras, gula) bisa memperumit penyediaan makanan murah dan berkualitas. 

Program serupa, seperti bantuan pangan beras atau Program Keluarga Harapan (PKH), sudah ada, tetapi sering terkendala distribusi dan korupsi. 

Kesimpulan: Kebijakan makan gratis secara teori sangat bermanfaat, terutama untuk gizi anak dan pendidikan. Namun, di tengah keterbatasan anggaran dan tantangan logistik, implementasinya saat ini kurang realistis secara nasional. Alternatif yang lebih tepat adalah memperkuat program yang sudah ada (seperti PKH atau bantuan pangan lokal) atau menguji coba makan gratis dalam skala kecil di daerah dengan tingkat stunting tinggi, sambil memperbaiki infrastruktur dan tata kelola. Jika diterapkan, kebijakan ini harus dirancang dengan targeting yang ketat, transparansi, dan melibatkan pangan lokal untuk efisiensi. Dan yang tidak kalah penting dalam mensukseskan Program ini adalah basmi koruptor dengan Undang-Undang Perampasan Aset. 

Semoga dalam Kepemimpinan Pak PRABOWO SUBIANTO bisa terwujud. (Grok : ZURAID, SE-KZI'2025)