REUNI AKBAR ALUMNI 1989 SMPN 1 SAPE TAHUN 2019 JUMPA KANGEN GENERASI BIRU 1989MERAJUT UKHUWAH, MENYAMBUNG SILATURRAHIM ZELLOVER INDONESIA BEROJENG, BERGEMBIRA & BERAMAL BERSATU DALAM CANDA & TAWA DI UDARA dan DI DARAT

Senin, 21 Juli 2014

SURAT CINTA PUTRA SANG BIMA


Kepada yang terhormat dan yang dihormati, Bapak Drs. H. Syafruddin HM Nor, M.Pd, Bupati Bima – NTB.
Perkenalkan saya adalah warga Dana Mbojo, saya lebih senang menyebut Warga Dana Mbojo karena tidak ingin mengklaim diri dalam dikotomi wilayah administrasi yang terlanjur dipecah sedemikian rupa. Saya hanyalah warga biasa yang dengan rela memberi ruang pada diri untuk mengamati berbagai dinamika Dana Mbojo ini dengan objektif. Saya bukan partisipan partai politik atau bagian dari sistim pemerintahan yang Bapak Pimpin. Saya hanyalah salah seorang dari ribuan warga yang Bapak pimpin yang (mungkin) memberanikan diri menulis surat terbuka ini.

Bapak Bupati yang saya banggakan,
Rakyat Bima hari ini sesungguhnya belum mampu mencapai titik kesejahteraan ‘Masyarakat Madani’ yang digaungkan dalam berbagai seminar yang dilaksanakan selama ini. Yang menurut saya adalah kesejahteraan yang berbasis pada hidup yang patut dan layak. Patut, berarti pantas. Layak, berarti memenuhi standar nilai. Secara social-budaya, Kami warga biasa yang hidup pantas dan layak adalah yang mampu memiliki kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, pangan, pekerjaan. Sehingga rakyat Bapak dapat meningkatkaneksistensinya sebagai makhluk sosial yang merdeka, mandiri dan berperadaban tinggi.

Saya melihatnya dari pojok ke pojok, lorong ke lorong di daerah yang Bapak pimpin ini (Bima), semestinya kami sebagai Warga Dana Mbojo sudah mampu menciptakan perubahan yang mendasar dan penting demi terciptanya masyarakat yang ‘Madani’ itu sendiri, ternyata kami harus mengakui bahwa kami masih ‘kurang cerdas’ dan peduli untuk mewujudkan cita-cita kolektif seperti yang dikandung dalam Undang-Undang Dasar 1945, karena sesungguhnya kami butuh Teladan, Bukan sekedar Tokoh. Demikian pula dengan Aparatur pemerintah Kabupaten Bima yang Bapak Bawahi, belum sepenuhnya memiliki etos kerja sebagai pelayan yang baik. Padahal, kami sebagai rakyat adalah “juragan” atau “majikan” tertinggi, karena kami adalah pemilik sah kedaulatan di Negeri ini.

Bapak Bupati yang selalu saya hargai,  
Politik di Dana Mbojo ini nampaknya semakin jauh dari niat untuk melakukan ‘penebusan’ penderitaan rakyat. Rakyat biasa seperti kami pun tak gentar lagi oleh politik, karena tidak sepenuhnya dijadikan subyek yang aspiratif, yang nasibnya diperjuangkan. Berkoar “membela rakyat dan Negara” yang dilantunkan para politisi selama ini, tak lebih dari jingleiklan ‘pepesan kosong’, dimana Kami sebagai rakyat biasa cenderung diposisikan sebagai konsumen.

Jujur harus diakui Bapak Bupati, bahwa berbagai peristiwa politik tampak gegap gempita yang diperankan oleh pengusaha, makelar politik, para jawara kekuasaan, komentator politik dan media massa, membuat Kami rakyat di Negeri (Bima) ini sudah tak peduli. Kami cenderung memilih berjuang mengatasi ‘kubangan Lumpur’ penderitaan yang naik hingga kepala kami. Nampaknya dimata kepala kami, politisi di daerah ini belum memiliki pemahaman seperti sastrawan. Seperti yang diutarakan oleh Faruk HT dalam majalah Horison 1993 yang pernah saya baca belasan tahun yang lali, bahwa sastra merupakan jalan ‘penebusan’ terhadap dunia yang tidak lagi utuh. Dengan kekuatan imajinasinya, sastrawan melakukan ‘penebusan’ secara estetik untuk membangun dunia utuh kembali.

Analogi ini harusnya digunakan juga oleh para Politisi di Bumi Manggusuwaru ini sebagai “penebusan”. Bukankah Politik dan Sastra itu adalah sama-sama bermakna “Seni Mempengaruhi” ??

Bapak Bupati yang saya Banggakan lagi.
Katanya teman-teman saya yang pernah duduk di bangku kuliah jurusan Politik, bahwa dunia politik merupakan seluruh tindakan dan pengorbanan para pelaku politik untuk memuliakan rakyat; menjamin dan mewujudkan hak-hak rakyat secara social, politik, ekonomi, dan budaya. Lama saya berpikir, Pak. Kemudian saya berkesimpulan bahwa seharusnya para  politisi kita saat ini harus memiliki, Komitmen, Integritas dan Kapabilitas untuk menjadi Politisi yang sesungguhnya. Kalau pun hal itu tidak dimiliki, saya sebagai warga Dana Mbojo biasa akan berani mengatakan bahwa mereka (yang seperti itu) Bukanlah politisi tapi ‘pedagang retorika’. 

Bapak Bupati yang dicintai oleh Warga,
Saya tak sengaja menemukan lembaran kertas yang bukunya tidak tahu dimana. Dalam satu lembar itu ada kalimat yang menyatakan bahwa, Berpolitik tanpa “penebusan Dosa Sosial” adalah politik tanpa prinsip kebenaran. Lalu saya ingat-ingat kenangan diskusi dengan kawan-kawan LIPI yang tak sengaja duduk meneguk kopi dipojokan terminal Kota. Mereka bilang bahwa Mahatma Gandhi (1869-1948) pernah mengatakan dengan tegas bahwa banyak para Politisi yang terjangkiti oleh Dosa social dalam terminology nilai (etika, moral, norma, dan hukum). Dosa sosial menurut pemahaman saya sebagai Warga Dana Mbojo biasa, merupakan ‘buah’ dari tindakan menyimpang atas nilai-nilai sosial atau nilai-nilai hidup bersama yang berakibat pada terganggunya keselarasan sosial.

Terkait dengan hal itu, Bapak Bupati yang baik hati, lagi-lagi menurut saya sebagai WargaDana Mbojo biasa, bahwa Politik tanpa prinsip-prinsip nilai etika, moral, norma dan hukum dalam ranah sosial social adalah Politik yang cenderung melahirkan kekuasaan yang korup. Sehingga memunculkan disharmonisasi social dan disorientasi cultural yang ditandai oleh ketidakadilan, hancurnya karakter dan identitas ke-Bima-an kita. Politik tanpa prinsip ini akan mengingkari hakikat politik itu sendiri, dimana politik semestinya dipahami sebagai media kekuasaan dan wahana budaya untuk mengelola tata-kekuasaan, tata kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat untuk mencapai peradaban yang bermartabat tinggi. Namun bila dijalankan tanpa prinsip, Politik akhirnya tereduksi menjadi alat atau unsur memperoleh kekuasaan tanpa amanah. Sehingga kesan kami Warga Dana Mbojobiasa, bahwa akhirnya Politik di Negeri kita ini menjadi komoditas yang hanya semata-mata menjadi ‘dagangan’ murah.

Bapak Bupati yang terhormat,
Kami takut ‘Dosa social’ ini melahirkan pragmatisme politik yang bermuara pada penguasaan atas materi. Politik pun akhirnya menjadi “industri” dan “perniagaan” yang selalu dijunjung tinggi seperti fakta yang terjadi saat ini. Kami melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa fenomena ini mengemuka pada Pilcaleg yang lalu, Bapak Bupati. Dimana “ketebalan kantung” menjadi ukuran penting. Hal ini hangat kok dibicarakan ditengah warga kita, Bapak Bupati.

Saya selaku Warga Dana Mbojo khawatir, Bapak Bupati. Kedepannya, daerah Bima kita ini akhirnya kehilangan fungsi-fungsi politiknya sebagai penganyom masyarakat. Daerah yang Bapak pimpin ini akan menjadi tidak lebih dari “perusahaan” dimana rakyat menjadi komoditas. Partai politik pun akhirnya menjadi “perseroan terbatas” dan Birokrasi Pemerintahan pun menjadi Perantara ‘Perdagangan’ ini.

Saya sebagai Warga Dana Mbojo biasa, sangat mengkhawatirkan kondisi ini dalam sisa 1 tahun masa jabatan Bapak H. Syafru sebagai Bupati Bima saat ini. Ketika partai-partai politik dan lembaga legislative yang menduduki kursi wakil Rakyat disana, tidak bisa lagi diharapkan untuk memperjuangkan kehidupan rakyat. Maka, rakyat akan “merebut dirinya” sendiri untuk menjadi subjek perubahan dengan cara yang menurut rakyat benar. Jika sudah demikian, saya khawatir, sebagian dari kami, Warga Dana Mbojo biasa tak bisa lagi membangun kemandirian politik, membangun karakter, melakukan tindakan-tindakan kritis dan cerdas sehingga tidak gampang dijadikan objek eksploitasi politik semata.

Kini, harta kami yang tertinggi hanyalah legitimasi politik. Kami semestinya bisa membangunbargaining position dengan tidak menjual murah legitimasi politik kami kepada para saudagar politik. Namun untuk saat ini kami mengaku Khilaf karena ‘Kata Kesejahteraan’ itu hanyalah ‘lipstik’ di mimbar Pidato para penguasa saja. Kami dituduh sebagai Pelaku politik uang, hal ini karena elite politik mapun elit pemerintahan yang Bapak Bupati pimpin itu tak bisa melakukan “puasa politik”. Sesungguhnya bila kami ingin marah, habislah sudah Negeri ini. Bisa apa mereka tanpa legitimasi dari Kami?

Bapak Bupati Yang (termasuk) Saya Cintai,
Surat ini sesungguhnya terlalu dini untuk saya kirim mewakili ratusan ribu warga yang Bapak Pimpin. Tetapi, 1 tahun sisa masa jabatan Bapak sebagai Bupati Bima sangatlah singkat untuk merombak pola politik yang sudah ter-stigma di Bumi Dana Mbari ini. Tentu ini tidaklah mudah untuk dilaksanakan oleh Bapak sendiri beserta Aparatur Pemerintah bawahan Bapak. Bapak butuh legitimasi kami sebagai Warga Dana Mbojo biasa yang menginginkan perubahan yang nyata, perubahan yang terukur dan perubahan yang strategis.

Bapak Bupati yang akan dirindukan oleh Warga,
Kenapa surat saya isinya tentang Politik ?? karena Amanah yang Bapak pikul sebagai Bupati saat ini adalah jabatan Politik. Bapak juga berasal dari Partai Politik meskipun Bapak lebih banyak berlaku sebagai Pengusaha. Kini istri Bapak juga memenangkan kontes Politik dalam Pilcaleg beberapa bulan yang lalu dan akan menjabat sebagai Anggota DPRD dirumah Megah kami itu. Beberapa kolega Bapak juga adalah Politisi dan bila Bapak berniat untuk merebut kembali Kursi yang Bapak duduki saat ini (Kursi Bupati) tentu harus melalui jalur politik juga bukan? Makanya surat ini saya tulis mewakili Warga Dana Mbojo biasa yang menginginkan Politik di Dana Mbojo ini memiliki spirit profetik (saya meminjam istilahnya Kuntowijoyo) yang berfungsi dalam membebaskan dan memuliakan manusia (Baca: Warga seperti kami) secara eksistensial.

Bapak Bupati Yang Disayangi Oleh Umat & Tuhan,
Tepat 1 tahun yang akan datang, bila Bapak Bupati saat ini mencalonkan diri kembali, mungkin sebagian dari kami akan memilih Bapak. Tetapi sebagian lagi dari kami akan memilih sosok lain yang akan menjadi pesaing Bapak nanti. Bisa saja nanti yang akan memilih Bapak itu sedikit dan yang memilih sosok lain lebih banyak, atau bisa saja sebaliknya. Tergantung cara Bapak sebagai Pejabat Politik memahami isi hati kami dalam 1 tahun sisa jabatan Bapak ini. Tergantung pula dari apa yang Bapak lakukan saat-saat ini sebagai kenangan atau kisah Indah kami yang akan kami ingat selalu dan (mungkin) hingga dibalik bilik suara nanti. Bapak lebih pahamlah, karena kami sebagai Warga Dana Mbojotidak saja tinggal dibagian barat wilayah yang Bapak pimpin ini, tetapi kami menyebar di selatan, utara dan timur. Tentu kami berbeda dalam mencita-citakan sesuatu, namun yang pasti, kami kan memilih Pemimpin yang sama, nantinya.

Bapak Bupati Yang Begitu Gagah Dengan Lecana Yang Tergantung Di Dada Kiri
Sebagai Penutup isi surat ini, saya suguhkan potongan Materi si Abdur, peserta Stand Up Comedy Kompastv dengan judul 'Orasi dari Timur' beberapa waktu yang lalu. "Sudah 16 Tahun kita tertatih dalam Reformasi, Ditipu oleh para Politisi yang katanya memberikan Bukti bukan Janji. Tetapi begitu ada tangisan seorang minor dipelosok negeri, mereka sibuk mencari KOALISI bukan SOLUSI...!!!". Abdur ini adalah Peserta Stand up Comedy dari flores Timur yang dengan lantang menyuarakan suara Minor. Namun tetap saja tidak meraih juara 1, mungkin karena ia seorang dari Timur yang tidak dekat dengan wilayah kekuasaan (jakarta). Sama seperti saya yang tidak dekat dengan para Penguasa yang dekat dengan Bapak Bupati.... Aduh Mama Sayangeeeee........ 


Mungkin sekian dulu isi surat terbuka yang tak penting ini, Surat ini saya tulis di hari pertama dalam hitungan sisa 1 tahun masa jabatan Bapak. Bila Bapak tidak berkenan, anggap saja surat ini hanyalah curhatan saya dengan layar monitor. Bila pun Bapak merasa ini bagian dari visi misi Bapak, tak perlu Bapak balas dan umbar-umbar dimedia cetak, media sosial apalagi media televise. Cukup Bapak ‘petik’ saja untuk menjadi catatan (yang mungkin) memiliki arti disaatnya nanti. Mohon maaf bila ada kata-kata yang tak berkenan, maklum, saya sendiri hanyalah Warga Biasa di Dana Mbojo yang sedang belajar menulis surat yang tak biasa untuk Tanah Air saya (Bima) yang Luar Biasa ini.

----------------- 
Hormat Saya
Dari Warga Dana Mbojo yang tak pernah sekalipun berjabat tangan dengan mu.

https://www.facebook.com/ranggababuju
-------------------
Dari Jauh di Tanah Sasak, 20 Juli 2014, Surat ini terkirim.

Tidak ada komentar: